Minggu, 25 Oktober 2009

Mabadi

PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NAHDLATUL ULAMA 1992
NO. 04/Munas/1992
Tentang
MABADI KHAIRA UMMAH

I.MUQODDIMAH
Kongres NU XIII tahun 1935 telah membuat kesimpulan bahwa kendala
utama yang menghambat kemampuan umat untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi
munkar dan menegakkan ajaran agama adalah kemiskinan dan lemahnya posisi
ekonomi mereka. Kendala ini membuat mereka tidak mampu berdiri tegak memikul
tugas khaira ummah tersebut.
Berkaitan dengan itu, kongres kemudian memberi mandat kepada HBNU
(sebutan untuk PBNU pada waktu itu) untuk mengadakan gerakan pembangunan
ekonomi (economische mo-bilisatie) di kalangan warga NU. Melaksanakan mandat
tersebut, HBNO mencanangkan langkah awal berupa penggalangan warga.
Para pemimpin NU pada waktu itu berkeyakinan bahwa akar kegagalan umat
dalam mengembangkan kekuatan sosial-ekonomi mereka terletak pada faktor
manusianya, terutama sikap mental yang mendasari cara bergaul dan berkiprah di
tengah masyarakat dan dunia usaha. Ajaran-ajaran agama dari teladan Rasulullah
SAW banyak yang dilupakan sehingga umat kehilangan ketangguhannya.
Berdasarkan telaah atas berbagai kelemahan (penyakit) umat Islam,
pemimpin-pemimpin NU menunjuk tiga prinsip dasar itu adalah :
1. As-Shidq (selalu benar, tidak berdusta kecuali yang diizinkan oleh agama
karena mengandung maslahat lebih besar.
2. Al-Amanah wal Wafa bil ‘Ahd (menetapi segala janji)
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
3. Atta’awun (tolong-menolong di antara anggota-anggota (leden) NU
khususnya dan sebisa-bisa sesama umat Muslimin pada umumnya.
HBNO melaksanakan gerakan membangkitkan penghayatan dan pengamalan
warga NU atas ketiga prinsip dasar ini dan menyebutnya sebagai langkah awal
menuju pembangunan Khaira Ummah atau yang kemudian terkenal dengan Mabadi
Khaira Ummah. Berbagai jalur komunikasi NU-di antara yang sangat efektif adalah
forum lailatul ijtima’ di ranting-ranting -dimanfaatkan bagi penyebarluasannya.
Cabang-cabang diperintahkan untuk membuat perjanjian (bai’at) dengan warga
masing-masing untuk dengan sungguh-sungguh melaksanakan ketiga prinsip dasar
tersebut. Di samping itu, dibentuk pula berbagai kegiatan usaha bersama (koperasi)
sebagai media aktualisasi yang konkret.
Hasil gerakan ini nyata menggembirakan. Semangat berorganisasi semakin
tumbuh dan berkembang, kegiatan organisasi dalam berbagai bidang semakin tampak,
kesetiaan warga semakin kuat dan para pemimpinnya semakin kompak. Kalupun ada
perbedaan pendapat di antara mereka semata-mata didasarkan atas perbedaan
pendirian, bukan karena kepentingan. Semua ini membawa dampak positif baik dalam
pembinaan internal maupun dalam upaya pengembangan NU keluar.
Tetapi sungguh sayang bahwa gerakan yang demikian baik itu kemudian
mandeg (mengalami stagnasi) karena terjadinya perang dunia II. Ketika keadaan
kembali normal seusai perang dunia, gerakan ini pun belum dapat dibangkitkan
kembali, hingga kini. Berbareng dengan munculnya suara ajakan kembali ke khittah,
sekitar 1973, keinginan untuk menghidupkan kembali gerakan ini pun terdengar,
namun lagi-lagi tenggelam di tengah hiruk-pikuk politik yang menyibukkan. Baru
setelah dicanangkannya Khittah NU, keinginan tersebut menguat lagi, lebih-lebih
setelah muktamar NU ke–28 yang mengamaanatkan kepada PBNU agar menangani
masalah ekonomi secara lebih serius.
Tuntutan untuk membangkitkan gerakan Mabadi Khaira Ummah setelah
dicanangkannya Khittah NU memang hampir-hampir merupakan konsekuensi logis.
Pertama, karena Mabadi Khaira Ummah adalah butir-butir ajaran yang dipetik dari
faham keagamaan Nahdlatul Ulama, maka ia adalah bagian dari “moral” Khitttah NU
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
yang harus ditanamkan kepada warga. Kedua, tekad melaksanakan Khittah NU itu
sendiri menuntut pembenahan dan pengembangan NU demi meningkatkan
ketangguhan organisasi dan aktualisasi potensi-potensi yang dimilikinya, yang mutlak
perlu dalam upaya berkarya nyata bagi pembangunan umat, bangsa dan negara.
Ketiga, sejarah Mabadi Khaira Ummah tak dapat dipisahkan dari “jiwa asli” Nahdlatul
Ulama’ yang kini disebut Khittah NU itu. Mabadi Khaira Ummah adalah “sunnah”
para pemula (as-sabiqun al-awwalun) NU. Jika kembali ke Khittah NU dapat dimaknai
sebagai peningkatan kembali (reengagment) dengan semangat dan “Sunnah” para
pemula ini, maka gerakan Mabadi Khaira Ummah adalah “sunnah” yang perlu
dilestarikan mengingat relevansinya dengan kebutuhan masa kini, bahwa dengan
kebutuhan segala jaman. Lebih jauh, pembangkitan kembali dan pengembangan
gerakan Mabadi Khaira Ummah ini pun relevan dengan kebutuhan bangsa dan negara
dalam menyongsong rencana pembangunan jangka panjang tahap ke-2 atau
Kebangkitan Nasional II yang sasaran utamanya adalah pembangunan sumber daya
manusia. Keberhasilan pembangunan pada tahap ini akan tergantung pada upaya
pembentukan manusia Indonesia, yang tidak hanya memiliki keterampilan saja, tetapi
juga watak dan karakter terpuji serta bertanggung jawab: sesuatu yang menjadi
sasaran langsung gerakan Mabadi Khaira Ummah pula. Dengan demikian,
pengembangan kembali dan pengembangan gerakan Mabadi Khaira Ummah ini berarti
juga salah satu bentuk pemenuhan tanggung jawab NU terhadap bangsa dan negara.
Pentingnya makna strategis gerakan Mabadi Khaira Ummah ini cukup menjadi
alasan untuk memprioritaskannya.
II. PENGERTIAN MABADI KHAIRA UMMAH
Mabadi Khaira Ummah merupakan langkah awal pembentukan umat terbaik.
Gerakan Mabadi Khaira Ummah merupakan langkah awal pembentukan “umat
terbaik” (Khaira Ummah) yaitu suatu umat yang mampu melaksanakan tugastugas
amar makruf nahi mungkar yang merupakan bagian terpenting dari kiprah
NU karena kedua sendi mutlak diperlukan untuk menopang terwujudnya tata
kehidupan yang diridlai Allah SWT. sesuai dengan cita-cita NU. Amar ma’ruf
adalah mengajak dan mendorong perbuatan baik yang bermanfaat bagi kehidupan
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
duniawi dan ukhrawi, sedangkan nahi mungkar adalah menolak dan mencegah
segala hal yang dapat merugikan, merusak dan merendahkan, nilai-nilai kehidupan
dan hanya dengan kedua sendi tersebut kebahagiaan lahiriah dan bathiniyah dapat
tercapai. Prinsip dasar yang melandasinya disebut “Mabadi Khaira Ummah”.
Kalimat Khaira Ummah diambil dari kandungan Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat
110 yang berbunyi:
           
        
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.(QS. Ali Imran [3]:110)
Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Khaira Ummah
adalah mereka yang hijrah dari Mekah ke Madinah dan mereka yang ikut perang
Badar serta ikut rombongan Nabi ke Hudaibiyah, sebagaimana dikemukakan oleh
Ibnu Abbas. Dan sebagian lagi berpendapat bahwa mereka yang dimaksud itu adalah
umat Islam periode pertama dengan mendasarkan pada hadis:

“Sebaik-baik umatku adalah abad dimana Aku diutus kepada mereka, kemudian
orang-orang yang berikutnya” (H.R.Ahmad)

“Sebaik-baik abad adalah abadku, kemudian orang-orang yang berikutnya”
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
Sedangkan sebagian lainnya mengatakan bahwa mereka adalah umat Islam
pada setiap periode sepanjang syarat-syarat yang terkait dengan ayat tersebut
terpenuhi yaitu, beriman dan mampu melaksanakan amar makruf nahi mungkar.
Pendapat ini berdasarkan pada ucapan Sayyidina Umar yang berbunyi:
 
“Siapa yang bekerja seperti kamu maka adalah seperti kamu” (Tafsir Al-Qurtubi).

“Barang siapa yang senang menjadi umat ini hendaknya memenuhi syarat Allah di
dalamnya” (Tafsir Ibnu Katsir riwayat Ibnu Jarir)
Selain itu terdapat beberapa hadis yang memuji umat yang datang kemudian, di
antaranya:

Beruntunglah orang yang melihatku dan beriman kepadaku, dan beruntunglah tujuh
kali orang yang tidak melihatku tetapi beriman kepadaku”.( riwayat Abu Umamah )


Sebaik-baik makhluq imannya adalah kaum yang di dalam tulang rusuk orangorang
lelaki; mereka beriman kepadaku tapi tidak melihatku, mereka
mendapatkan kertas lalu mengamalkan isinya karena itu, mereka adalah sebaikbaik
makhluq imannya “(riwayat Zaid bin Aslam dari ayahnya dari Umar)
Abu Umar bin Abdil Bar berpendapat bahwa hadis yang menyebutkan tentang
kebaikan pada kurun periode pertama tidak dapat diartikan secara umum karena
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
pada setiap periode selalu terdapat orang yang memiliki keutamaan/kelebihan dan
orang-orang yang memiliki sifat sebaliknya.
Dalam pada itu terdapat beberapa hadis yang memnjelaskan bahwa umat terbaik
bisa terjadi pada periode pertama atau periode terakhir, di antara hadis-hadis itu
adalah:
 
“Umatku bagaikan hujan, tidak diketahui apakah awalnya lebih baik atau
akhirnya”(disebutkan oleh At-Thalayisi, Abu Isa At-Tirmidzi)

“Perumpamaan umatku bagaikan hujan, tidak diketahui apakah awalnya lebih
baik atau akhirnya” (disebutkan oleh Ad-Daruquthni dari riwayat Anas)
Berdasarkan hadis-hadis tersebut Imam Al-Qurtubi berkesimpulan bahwa
predikat Khaira Ummah dapat diperoleh bagi umat Islam pada setiap periode bila
tantangan yang dihadapinya sama seperti umat Islam pada periode pertama, yaitu bila
ajaran Islam itu dianggap gharib (asing) seperti pada waktu datang pertama kalinya,
orang-orang yang benar-benar beriman direndahkan dan perbuatan yang fasiq
semakin subur. Dalam kondisi yang demikian dibutuhkan tampilnya suatu umat yang
berkualitas dan tidak hanya memiliki keberanian tetapi juga memiliki kemampuan
untuk mengatasinya. Umat seperti ini dinamakan umat terbaik (Khaira Ummah) yang
bisa memunculkan beberapa periode sesuai dengan kemungkinan timbulnya keadaan
seperti yang dikemukakan di atasnya.
III.TUJUAN MABADI KHAIRA UMMAH
Sebagaimana dijelaskan di atas, gerakan Mabadi Khaira Ummah yang pertama
dahulu diarahkan kepada penggalangan warga untuk mendukung program
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
pembangunan ekonomi NU. Program ini telah menjadi perhatian serius pula saat ini,
sebagaimana hasil Kongres NU ke-28.
Sementara itu kebutuhan strategis NU dewasa ini pun semakin berkembang.
NU telah tumbuh menjadi satu organisasi massa besar. Tetapi, meskipun tingkat
kohesi kultural di antara warga tinggi, kita tidak dapat mengingkari kenyataan, betapa
lamban proses pengembangan tata organisasinya. Di hampir semua tingkat
kepengurusan dan realisasi program masih terlihat kelemahan manajemen sebagai
problem serius. Menyongsong tugas-tugas berat di massa datang, persoalan
pembinaan tata organisasi ini perlu segera ditangani.
Jika ditelaah lebih mendalam, nyatalah bahwa prinsip-prinsip dasar yang
terkandung dalam Mabadi Khaira Ummah tersebut memang amat relevan dengan
dimensi personal dalam pembinaan manejemen organisasi, baik organisasi usaha
(bisnis) maupun organisasi sosial. Manajemen organisasi yang baik membutuhkan
sumber daya manusia yang tidak saja terampil, tetapi juga berkarakter terpuji dan
bertanggung jawab. Dalam pembinaan organisasi NU, kualitas sumber daya manusia
semacam ini jelas dibutuhkan.
Dengan demikian, gerakan Mabadi Khaira Ummah tidak saja relevan dengan
program pengembangan ekonomi, tetapi juga pembinaan organisasi pada umumnya.
Kedua hal ini yang akan menjadi arah strategis pembangkitan kembali gerakan
Mabadi Khaira Ummah kita nantinya, di samping bahwa sumber daya manusia yang
dapat dikembangkan melalui gerakan ini pun akan menjadi kader-kader unggul yang
siap berkiprah aktif dalam mengikhtiyarkan kemashlahatan umat, bangsa dan negara
pada umumnya.
IV. BUTIR-BUTIR MABADI KHAIRA UMMAH DAN PENGERTIANNYA
Yang perlu dicermati selanjutnya dalah perbedaan konteks zaman antara
massa gerakan Mabadi Khaira Ummah pertama kali dicetuskan dan masa kini. Melihat
besar dan mendasarnya perubahan sosial yang terjadi dalam kurun sejarah tersebut,
tentulah perbedaan konteks itu membawa konsekuensi yang tidak kecil. Demikian
pula halnya dengan perkembangan kebutuhan-kebutuhan internal NU sendiri. Oleh
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
karenanya perlu dilakukan beberapa penyesuaian dan pengembangan dari gerakan
Mabadi Khaira Ummah yang pertama agar lebih jumbuh dengan konteks kekinian.
Konsekuensi-konsekuensi dari berbagai perkembangan itu akan menyentuh
persoalan arah dan titik tolak gerakan serta strategi pelaksanaannya. Di atas telah
dijelaskan pengembangan kerangka tujuan bagi gerakan ini. Berkaitan dengan itu pula,
diperlukan penyesuaian dan pengembangan yang menyangkut butir-butir yang
dimasukkan dalam Mabadi khaira Ummah dan spesifikasi pengertiannya.
Jika semula Mabadi Khaira Ummah hanya memuat tiga butir nilai seperti telah
disebut di atas, dua butir lagi perlu ditambahkan untuk mengantisipasi persoalan dan
kebutuhan kontemporer. Kedua butir itu adalah al-‘Adalah dan al-Istiqamah. Dengan
demikian, gerakan Mabadi Khaira Ummah kita ini akan membawa lima butir nilai yang
dapat pula disebut sebagai “Al-Mabadi Al-Khamsah”. Berikut ini adalah uraian
pengertian yang telah dikembangkan dari kelima butir “Al-Mabadi Al-Khamsah”
tersebut disertai kaitan dengan orientasi-orientasi spesifiknya, sesuai dengan
kerangka tujuan yang telah dijelaskan di atas:
1. As-Shidqu ()
Butir ini mengandung arti kejujuran/kebenaran, kesungguhan dan
keterbukaan. Kejujuran/kebenaran adalah satunya kata dengan perbuatan, ucapan
dengan pikiran. Apa yang diucapkan sama dengan yang di bathin. Jujur dalam hal ini
berarti tidak plin-plan dan tidak dengan sengaja memutarbalikkan fakta atau
memberikan informasi yang menyesatkan. Dan tentu saja jujur pada diri sendiri.
Termasuk dalam pengertian ini adalah jujur dalam bertransaksi dan jujur dalam
bertukar pikiran. Jujur dalam bertransaksi artinya menjauhi segala bentuk penipuan
demi mengejar keuntungan. Jujur dalam bertukar pikiran artinya mencari mashlahat
dan kebenaran serta bersedia mengakui dan menerima pendapat yang lebih baik.
Dalil-dalil yang berkaitan dengan hal ini adalah:
   
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu
bersama orang-orang yang benar”.(QS. at-Taubah [9] :119)
 

“Tetaplah kamu jujur (benar), karena jujur itu menunjukkan kepada kebaikan,
dan kebaikan itu menunjukkan kepada surga”. Seorang laki-laki senantiasa jujur
dan mencari kejujuran sampai dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur”. (H.
Muttafaq ‘alaih)
Kesungguhan berarti berusaha dengan sungguh-sungguh (mujahadah)
dalam melaksanakan berbagai ikhtiyar dan tugas.


“Empat hal, yang apabila ada pada seseorang maka orang itu menjadi munafiq
murni, dan apabila seseorang memiliki satu sifat dari empat hal itu maka ia
memiliki satu sifat sampai ia meninggalkannya. Empat hal itu ialah apabila di
percaya ia berkhianat, apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia
mengkhianati, dan apabila bermusuhan ia berbuat jahat “(muttafaq ‘alaih)
Keterbukaan adalah sikap yang lahir dari kejujuran demi menghindarkan
saling curiga, kecuali dalam hal-hal yang harus dirahasiakan karena alasan
pengamanan dan karena tidak semua keadaan harus diberitakan, sebagaimana
petunjuk Allah SWT dan teladan Rasulullah SAW:
 
“Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah
orang- orang yang bertaqwa”. (QS. al-Baqarah [2]: 177)
        
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang
telah mereka janjikan kepada Allah...” (QS. al-Ahzab [33]: 23)
Keterbukaan ini dapat menjadi faktor yang ikut menjaga kohesifitas organisasi
dan sekaligus menjamin berjalannya fungsi control.
As-Shidqu merupakan salah satu sifat para nabi sebagaimana disebutkan dalam
beberapa ayat Al-Quran dan hadis:
 
“Rasulullah SAW dahulunya apabila menuju ke suatu perjalanan maka Ia
menyembunyikan kepada orang lain”. (Muttafaq ‘alaih)



“Dan kalau mereka menyerahkan kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka,
tentulah akan dapat diketahui oleh apakah itu termasuk yang patut disiarkan atau
tidak: oleh orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya dari mereka”. (Rasul dan
Ulil Amri) (Tafsir Al-Jalalain)

     
”Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al kitab (Al Quran) ini.
Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi
(QS. Maryam [19] : 41)
         
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut)
di dalam Al-Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan Dia
adalah seorang Rasul dan Nabi”.(QS. Maryam [19] : 54)
  
“Dan Ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Idris (yang tersebut) di
dalam Al-Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan
seorang Nabi”(QS. Maryam [19] : 56)
Kebalikan dari Assidqu adalah al-kidzbu (dusta), satu sifat yang tidak terpuji
dan termasuk di antara tanda-tanda kemunafikan.


“Jauhilah sifat dusta, karena dusta itu menunjukkan kepada durhaka, dan
durhaka itu menunjukkan kepada neraka. Seseorang laki-laki senantiasa dusta
dan mencari kedustaan sampai dicatat di sisi Allah sebagai orang yang dusta”.
(Muttafaq ‘alaih)


“Ada tiga hal, yang apabila ada pada seseorang maka ia adalah munafiq,
walaupun ia berpuasa, sholat, dan mengira dirinya itu muslim. Tiga hal itu ialah
apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia mengingkari, dan apabila
dipercaya ia berkhianat”. (Muttafaq ‘alaih)
Tetapi dalam hal tertentu memang diperbolehkan untuk menyembuhkan
keadaan sebenarnya atau menyembunyikan informasi seperti telah di singgung di
atas. Diperbolehkan pula berdusta dalam menguasahakan perdamaian dan
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
memecahkan masalah kemasyarakatan yang sulit demi kemaslahatan umum. Singkat
kata: dusta yang dihalalkan oleh syara’ .
 
“Dusta itu bukanlah yang memperbaiki di kalangan manusia, lalu menumbuhkan
kebaikan atau berbicara baik” (Muttafaq ‘alaih)



“Apabila manusia berdusta untuk memecahkan suaau problema sosial yang bertujuan
untuk kepentingan umum maka ia dimaafkan untuk itu”(Hadis piilhan halaman 187)
2. Al-Amanah wal-Wafa bil ‘ahd ( )
Butir ini memuat dua istilah yang saling terkait, yakni al-amanah dan al-wafa’
bil ’ahdi. Yang pertama secara lebih umum maliputi semua beban yang harus
dilaksanakan, baik ada perjanjian maupun tidak, sedang yang disebut belakangan
hanya berkaitan dengan perjanjian. Kedua istilah ini digambungkan untuk
memperoleh satu kesatuan pengertian yang meliputi: dapat dipercaya, setia dan tepat
janji. Dapat dipercaya adalah sifat yang diletakkan pada seseorang yang dapat
melaksanakan semua tugas yang dipikulnya, baik yang bersifat diniyah maupun
ijtima’iyyah. Dengan sifat ini orang menghindar dari segala bentuk pembekalaian dan
manipulasi tugas atau jabatan.
   
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya... (QS. An-Nisa’ [4]: 58)
􀀃
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992

“Sampaikanlah amanat itu kepada orang yang memberi kepercayaan kepadamu, dan
jangan mengkhianati orang yang berkhianat kepadamu”. (HR. ad-Daruquthni)
Lawan dari amanah adalah khianat termasuk salah satu unsur nifaq
sebagaimana tersebut dalam hadis terdahulu.
Setia mengandung pengertian kepatuan dan ketaatan kepada Allah dan
pimpinan/ penguasa sepanjang tidak memerintahkan untuk berbuat maksiat.
)     
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. (QS. An-Nisa’ [4]: 59)􀀃
      
Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka,
tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya
dari mereka (Rasul dan ulil Amri) (QS. An-Nisa’ [4]: 83)􀀃


Dan seandainya dipekerjakan untukmu seorang budak Habasyi yang dapat menuntun
kamu dengan Kitab Allah, maka dengarlah dan taatilah”. (HR. Muslim dan an-Nasai).

Barang siapa di antara penguasa menyuruh kamu melakukan maksiat, maka jangan
kamu taati” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim).
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
Tetap janji mengandung arti melaksanakan semua perjanjian, baik perjanjian
yang dibuat sendiri maupun perjanjian yang melekat karena kedudukannya sebagai
mukallaf, meliputi janji memimpin terhadap yang dipimpinnya, janji antar sesama
anggota masyarakat (kotrak sosial) antar sesama anggota keluarga dan setiap individu
yang lain. Menyalahi janji termasuk salah satu unsur nifaq.
   
"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. " (QS. Al-Maidah [4]:1)
    
"Dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji...." (QS.Al-Baqarah[2]:
177)
􀀃􀀃􀀃
􀀑􀃑􀀃
"Janji bagaikan hutang atau lebih utama." (HR. Ibn Abid Dunya)
 
 
“Apabila seseorang berjanji kepada saudaranya untuk menepati, atau tidak
memperoleh, maka tidak ada dosa baginya” (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi).




“Ingatlah, kalian adalah penggembala dan kalian bertanggung jawab terhadap
gembalaannya. Maka pemimpin yang memimpin manusia adalah penggembala dan ia
bertanggung jawab terhadap gembalaannya. Seorang laki-laki adalah
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
penggembalakeluarganya dan ia bertanggung jawab terhadap gembalaannya. Istri
adalah penggembala bagi rumah tangga suaminya dan anaknya dan ia bertanggung
jawab terhadap mereka. Budak seseorang adalah penggembala terhadap harta benda
tuannya dan ia bertanggung jawab terhadapnya. Ingatlah kamu semua adalag
penggembal dan kamu semua bertanggung jawan terhadap gembalanya” (H.
Muttafaq alaih).
Ketiga sifat di atas (dapat dipercaya, setia dan tetap janji) menjamin itegritas
pribadi dalam menjalankan wewenang dan dedikasi tehadap tugas. Sedangkan alamanah
wal wafa bil ’ahdi itu sendiri, bersama-sama dengan ash-shidqu, secara umum
menjadi ukuran kredebilitas yang tinggi di hadapan pihal lain: satu syarat penting
dalam membangun berbagai kerjasama.
3. Al-‘Adalah ()
Bersikap adil (al’adalah) mengandung pengertian obyektif, proposional dan taat asas.
Bitir ini mengharuskan orang berpegang kepad kebenaran obyektif dan
memnempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Distorsi penilaian sangat mungkin
terjadi akibat pengaruh emosi, sentimen pribadi atu kepentingan egoistic. Distorsi
semacam ini dapat menjeruamuskan orang kedalam kesalahan fatal dalam mengambil
sikap terhadap suatu persolan. Buntutnya suadah tentu adalah kekeliruan bertindak
yang bukan saja tidak menyelesaikan masalah, tetapi bahkan menambah-namabh
keruwetan. Lebih-lebih jika persolan menyangkut perselisihan atau pertentangan
diantara berbagai pihak. Dengan sikap obyektif dan pro[osional distorsi semacam ini
dapat dihindarkan.
      
“Dan apabila kamu menetapkan hokum di atara manusia suapay kamu menetapkan
dengan adil” (QS. An-Nisa [4] :58)
    
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan” (QS. An-
Nahl [16]: 90)
     
“Dan berlaku adillah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”
(QS. Al-Hujarat [49]: 9)
                
       
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil,
berlaku adilah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-
Maidah [5]: 8)

“Sesungguhnya orang-orang yang adil menurut Allah berada di atas mimbar cahaya,
yaitu orang –orang yang adail dalam penetapan hukuman, dalam keluarganya dan
harta bendanya”(HR.. Muslim)

“Bertaqwalah kamu kapada Allah dan berlakun adillah dalam anak-anakmu” (H.
Muttafaq alaih)
I
mplikasi lain dari al-'adalah adalah kesetiaan kepada aturan main (correct) dan
rasionalitas dalam perbuatan keputusan, termasuk dalam alokasi sumberdaya dan
tugas (the right man on the right place). “Kebijakan” memang sering kali diperlukan
dalam mengangani masalah –masalah tertentu. Tetapi semuanya harus tetap di
atas landasan (asas) bertindak yang disepakati bersama.

PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
“Demi Allah, sesorang di antara kamu tidak mengambil suatu yang bukan haknya
kecuali akan menjumpai Allah SWT membawanya pada hari kiamat” (HR. Muttafaq
'alaihi)

 

“Siapa yang mengambil hak seseorang dengan sumpah palsu, maka Allah mewajibkan
baginya neraka dan mengharamkannya surga. Lalu ia berkata, “Meskipun hanya sedikit?”
Nabi menjawab :" Meskipun hanya setangkai dahan dari pohon araq” (HR. Muslim)


“Ya Allah, sungguh aku mengeluarkan hak dua orang lemah, yaitu anak yatim dan
perempuan” (HR. an-Nasa'i)


"Berilah kepada buruh upahnya sebelum kering keringatnya."
4. At-Ta'awun ()
At-ta’awun merupakan sendi utama dalam tata kehidupan masyarakat : manusia tidak
dapat hidup sendiri tanpa bantuan pihak lain. Pengertia ta'awun meliputi tolong
menolong, setia kawan dan gotong royong dalam kebaikan dan taqwa. Imam al-
Mawardi mengaitkan pengertia al-birr (kebaikan) dengan kerelaan manusia dan taqwa
dengan ridla Allah SWT. Memperoleh keduanya berarti memperoleh kebahagiaan
yang sempurna. Ta'awun juga mengandung pengertian timbal balik dari masing-masing
pihak untuk memberi dan menerima. Oleh karena itu, sikap ta'awun mendorong
setiap orang untuk berusaha dan bersikap kreatif agar dapat memiliki sesuatu yang
dapat disumbangkan kepada orang lain dan kepada kepentingan bersama.
Mengembangkan sikap ta'awun berarti juga mengupayakan konsolidasi.
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992

            “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan
tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya (QS. Al-Maidah [5] : 2)

 
"Siapa yang mempunyai kelebihan kendaraan maka hendakalah membantu kepada orang
yang tidak mempunyai kendaraan. Dan siapa yang mempunyai kelebihan bekal hendaklah
membantu kepada orang yang tidak mempunyai bekal. Lalu beliau menyebutkan macammacam
harta sehingga kita lihat bahwa tidak ada seorang pun di antara kita yang
mempunyai kelebiahan (HR. Muslim)




"Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain, tidak menganiaya dan tidak
membiarkan saudaranya dianiaya orang. Siapa yang mencukupi kebutuhan saudaranya
maka Allah menjadi kebutuhannya. Siapa yang melonggarkan penderitaan seorang
muslim maka Allah akan melonggarkan (meringankan) penderitaannya di hari kiamat.
Dan siapa yang menutupi seorang muslim maka Allah akan menutupinya di hari
kiamat.".(HR. Mutafaq alaih).􀀃

"Allah selalu menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya. (HR.
Muslim).
5. Istiqamah ()
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
Istiqamah mengandung pengertian ajeg-jejeg, berkesinambungan, dan
berkelanjutan. Ajeg-jejeg artinya tetap dan tidak bergeser dari jalur (thariqah) sesuai
dengan ketentuan Allah SWT dan rasul-Nya, tuntunan yang diberikan oleh salafus
shalih dan aturan main serta rencana-rencana yang disepakati bersama.
Kesinambungan artinya keterkaitan antara satu kegiatan dengan kegaiatan yang lain
dan antara satu periode dengan periode yang lain sehingga kesemuanya merupakan
satu kesatuan yang tak terpisahkan dan saling menopang seperti sebuah bangunan.
Sedangkan makna berkelanjutan adalah bahwa pelaksanaan kegiatan-kegiatan
tersebut merupakan proses yang berlangsung terus menerus tanpa mengalami
kemandekan, merupakan suatu proses maju (progressing) bukannya berjalan di
tempat (stagnant).
           
   
Sesunguhnya orang-orang yang mengatakan “Tuhan kami ialah allah” kemudian mereka
meneguhkan diri mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan
mangatakan) “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kau merasa sedih, dan
gembirakanlah mereka dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu
(QS. Fushshilat [41]: 30)
        
        

Maka karena itu serulah (mereka kepada agama itu) dan teteplah sebagaimana
diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah,
“Aku beriman kepada semua kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya
semua kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supayaberlaku adil diantara
kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu
amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan
antara kita dan kepada-Nya kembali (QS. Asy-Syura :15)
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
  
Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang
sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai berai kembali “(QS. An-Nahl: 92)
􀀃􀀃

“Sebaik-baik amal menurut Allah adalah yang dilakukan oleh pemiliknya (pelakunya)
terus menerus walaupun sedikit” (HR. Muttafaq ‘alaih) 􀀃
PENUTUP
Pembangkitan kembali dan pengembang gerakan mabadi khaira umah bukan
sekedar romatisme sejarah atau demam khithah. Pembangkitang kembali gerakan ini
didorong oleh kebutuhan-kebutuhan dan tantangan-tantangan nyata yang dihadapai
oleh Nahdlatul Ulama khususnya serat bangsa dan negara pada umumnya.
Kemiskinan, kelangkaan sumber daya manusia yang handal, kemerosotan buadaya
dan mencairnya solidaritas sosial adalah keprihatinan yang dihadapai oleh masyarakat
Indonesia. Dalam konteks yang lebih sempit, konteks jamiyyah Nahdlatu Ulama
sendiri, lemahnya posisi ekonomi sebagian besar warga, merosotnya solidaritas
internal dan kurang berfungsinya tertib organisasi telah lama menjadi problem serius
yang hampir-hampir kronis.
Sebagai nilai-nilai universal butir-butir mabadi khairu ummah memang dapat
menjadi jawaban langsung bagi problem-problem sosial yang dihadapi oleh
masyarakat umum seperti yang disinggung di atas, tetapi sosialisasi nilai-nialai
tersebut harus dimuali dari diri sendiri dalam hal ini: dimuali dari warga NU sendiri.
Lebih jauh mabadi khairu ummah sebagai seruan moral tidak akan mendapatkan
sasarannya tanpa didukung oleh proses politik yang efektif. NU bukan lagi pada
politik, tapi tetap mengemban fungsi sebagai kelompok penekan, moral force. Dalam
fungsi NU bertangung jawab untuk mengemban mabadi khoirah ummah itu sebagai
aspirasi moralnya. Tetapi membawa aspirasi kelompok ke dalam aspirasi politik pun
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
menuntut dukungan kekuatan tawar yang memadai untuk ini besarnya kekuatan
masa secara kuantitatif saja belum cukup. Kualitas oraganisasi juga amat menentukan.
Oleh karenanya gerakan mabadi khairu ummah ini pertama-tama akan
diarahkan kepada konsolidasi internal NU sendiri, dengan mengutamakan dua aspek:
pembianaan tata oraganisasi dan pengembangan kekuatan sosial ekonomi. Pembinaan
tata organisasi akan mendorong warga untuk tidak sekedar berjama'ah tapi benarbenar
berjam'iyah, artinya menjaga kesatuan gerak dengan nidlam yang benar-benar
diperhatikan. Sedangkan pembinaan kekuatan sosial ekonomi, di samping bertujuan
langsung meningkatkan kesejahteraan warga, berarti pula peningkatan kualitas peran
sosial politik NU di tengah masyarakat.
Agar tercapai hasil yang diaharapkan, gerakan mabadi’ khairu ummah ini harus
diwujudkan ke dalam pola sosialisasi yang sistematis, disertai media, media aktualisasi
yang kongkrit. Dengan kata lain: melalui rekayasa sosial yang terencana dengan baik
dan utuh. Bentuk-bentuk perwujudannya bisa berupa sistem pengkaderan formal,
termasuk mekanisme rekruitmen kadernya, proyek-proyek pilot sebagi batu ujian,
pelatihan-pelatihan, pengembangan jaringan bisnis dan usaha bersama di kalangan
warga dan lain sebaginya.
Dengan organisasi yang terkonsolidasi potensi-potensi yang lebih teraktualisasi
dan kermampuan sosial yang prima, akan lebih mudah bagi NU dan warganya untuk
mendekati citra khoiru ummah dengan melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawab
secara lebih konsisten dan efektif: da’wah dan amar ma;ruf nahi mungkar. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar