Senin, 26 Oktober 2009

Maling

Lain lagi kisah KH Mudjib Ridwan Surabaya yang dikenal sebagai tokoh pencipta simbol NU, dia ini seorang santri kelana tulen, tidak ada pesantren penting di Jawa yang belum didatangi untuk meguru, apalagi pesantren besar seperti Tebuireng, Lirboyo, Langitan semua sudah dijamah. Namun suatu ketika ia kena batunya, ketika nyantri di pesantren Bangkalan pimpinan Kiai Khalil yang terkenal sangat ma’rifat. Mujib muda memang sudah lama nyantri di pesantren itu, yang sebenarnya hanya untuk menyepuh (mematangkan) ilmu.

Mengetahui motif si santri itu Kiai Khalil tidak kehilangan akal untuk mengusirnya, maka disuruhlah dia menyapu halaman pesantren bukan di pagi hari sebagaimana lazimnya, tetapi di siang bolong, saat halaman dalam keadaan bersih, tetapi karena perintah guru, maka ia menurut saja. Ketika sedang menyapu, Kiai Kholil berteriak, “Ada maling, kepung-kepung, itu dia di halaman, ayo tangkap.!”

Kontan santri yang mendengar seruan Kiai itu lari mengejar sang maling. Melihat dirinya dalam kepungan segera Ridwan lari tunggang langgang keluar masuk kampung agar tak terkejar, akhirnya naik dokar dan kemudian naik perahu menyeberangi selat Madura, menuju kampungnya di Surabaya. Orang tuanya kaget ketika melihat anaknya pulang secepat itu, lalu diceritakan kisahnya. Saat itu juga ayah Ridwan sowan ke Kiai Kholil untuk menanyakan kenapa anaknya diusir, maka Kiai Kholil dengan ringan menjawab, “ya dia itu memang maling karena sudah punya ilmu banyak, sudah alim tetapi masih mencuri ilmu saya, makanya saya usir untuk pulang”. Mendengar jawaban itu sang ayah sangat lega bahwa itu sebuah isyarat bahwa anaknya telah alim sudah saatnya berhenti mondok untuk mengajarkan ilmunya pada masyarakat.

petuah imam syafi'i

PETUAH IMAM SYAFI’IE

4 PERKARA UNTUK SEHAT
Empat perkara menguatkan badan:
1. makan daging
2. memakai wangi-wangian
3. kerap mandi
4. berpakaian dari kapas

Empat perkara melemahkan badan:
1. banyak bersetubuh
2. selalu cemas
3. banyak minum air ketika makan
4. banyak makan bahan yang masam

Empat perkara menajamkan mata:
1. duduk mengadap kiblat
2. bercelak sebelum tidur
3. memandang yang hijau
4. berpakaian bersih
Empat perkara merusakkan mata:
1. memandang najis
2. melihat orang dibunuh
3. melihat kemaluan
4. membelakangi kiblat

Empat perkara menajamkan fikiran:
1. tidak banyak bergurau
2. rajin bersugi (gosok gigi)
3. bercakap dengan orang soleh
4. bergaul dengan para ulama

4 CARA TIDUR
1. TIDUR PARA NABI
Tidur terlentang sambil berfikir tentang kejadian langit dan bumi.
2. TIDUR PARA ULAMA' & AHLI IBADAH
Miring ke sebelah kanan untuk memudahkan terjaga untuk sholat malam.
3. TIDUR PARA RAJA YANG LOBA
Miring ke sebelah kiri untuk mencernakan makanan yang banyak dimakan.
4. TIDUR SYAITAN
Menelungkup/ tiarap seperti tidurnya ahli neraka.

Penyebab Kerusakan

Penyebab Kerusakan

Wasiat Imam Ali kw. :

1. Rusaknya keahlian karena pujian yang berlebihan
2. Rusaknya keberanian karena kebrutalan
3. Rusaknya kebaikan karena diungkit-ungkit
4. Rusaknya keindahan karena kesombongan
5. Rusaknya ibadah karena santai
6. Rusaknya ilmu karena lupa
7. Rusaknya kelembutan karena kebodohan
8. Rusaknya kebangsawanan karena kebanggaan
9. Rusaknya kedermawanan karena keborosan
10. Rusaknya agama karena hawa nafsu
11. Rusaknya ibadah karena riya’
12. Rusaknya akal murni karena ujub (bangga diri)
13. Rusaknya kemurahan hati karena keangkuhan
14. Rusaknya malu karena kelemahan
15. Rusaknya lemah-lembut karena kerendahan akhlak
16. Rusaknya keuletan karena kekejian
17. Pengecut adalah kerusakan
18. Hawa nafsu adalah kerusakan bagi akal
19. Rusaknya iman karena kemusyrikan
20. Rusaknya keyakinan karena keraguan
21. Rusaknya nikmat karena pengingkaran
22. Rusaknya ketaatan karena maksiat
23. Rusaknya kemuliaan karena kesombongan
24. Rusaknya kecerdikan karena tipudaya
25. Rusaknya kedermawanan karena diungkit-ungkit
26. Rusaknya agama karena buruk sangka
27. Rusaknya akal karena hawa nafsu
28. Rusaknya kemuliaan karena halangan taqdir (ketentuan)
29. Rusaknya diri karena terlalu memberikan kecintaan pada dunia
30. Rusaknya musyawarah karena ide-ide yang bertentangan
31. Rusaknya para raja karena buruk sepak terjang
32. Rusaknya kabinet karena niat jahat
33. Rusaknya ulama karena cinta kekuasaan
34. Rusaknya para pemimpin karena lemah taktiknya
35. Rusaknya pasukan karena menyalahi komando
36. Rusaknya latihan karena dikalahkan oleh kebiasaan
37. Rusaknya rakyat karena meyalahi ketaatan
38. Rusaknya penjagaan karena kurangnya rasa kecukupan
39. Rusaknya peradilan karena kerakusan
40. Rusaknya para pelaku keadilan karena kurang hati-hatinya pengawasan
41. Rusaknya keberanian karena mengabaikan tekad
42. Rusaknya orangkuat karena menganggap lemah musuh
43. Rusaknya kelembutan karena kehinaan
44. Rusaknya pemberian karena mengulur-ulur
45. Rusaknya ekonomi karena pelit
46. Rusaknya wibawa karena senda gurau
47. Rusaknya pencarian karena tidak sukses
48. Rusaknya kerajaan karena lemahnya penjagaan
49. Rusaknya perjanjian karena kurangnya perhatian
50. Rusaknya kepemimpinan karena kebanggaan
51. Rusaknya penukilan karena sumber berita yang bohong
52. Rusaknya ilmu karena meninggalkan prakteknya
53. Rusaknya perbuatan karena tidak ada keikhlasan
54. Rusaknya kemurahan karena kebanggaan
55. Rusaknya masyarakat umum karena orang alim yang licik
56. Rusaknya keadilan karena orang zalim yang menyimpang
57. Rusaknya pembangunan karena penyimpangan para penguasa
58. Rusaknya kekuatan karena menghalangi untuk berbuat baik
59. Rusaknya pembicaraan karena dusta
60. Rusaknya amal-amal karena kelemahan para pelakunya
61. Rusaknya angan-angan karena tibanya ajal
62. Rusaknya kesetiaan karena penipuan
63. Rusaknya tekad karena kadaluarsanya perkara
64. Rusaknya amanat karena penghianatan
65. Rusaknya ahli fiqih karena tidak menjaga diri
66. Rusaknya kemurahan karena berlebihan
67. Rusaknya kehidupan karena buruknya pengaturan
68. Rusaknya pembicaraan karena terlalu panjang
69. Rusaknya kekayaan karena kikir
70. Rusaknya kebaikan karena teman yang buruk
71. Rusaknya kemampuan karena kesombongan dan keangkuhan
72. Pangkal berbagai kerusakan adalah cinta pada kelezatan
73. Kerusakan yang paling jelek pada akal adalah kesombongan

(Dikutip dari Kitab Mizanul Hikmah, Juz 1, hal.110-113)

Diposkan oleh AMIR-IDR di 04:39 1 komentar

Label: Hikmah

Minggu, 25 Oktober 2009

Mabadi

PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NAHDLATUL ULAMA 1992
NO. 04/Munas/1992
Tentang
MABADI KHAIRA UMMAH

I.MUQODDIMAH
Kongres NU XIII tahun 1935 telah membuat kesimpulan bahwa kendala
utama yang menghambat kemampuan umat untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi
munkar dan menegakkan ajaran agama adalah kemiskinan dan lemahnya posisi
ekonomi mereka. Kendala ini membuat mereka tidak mampu berdiri tegak memikul
tugas khaira ummah tersebut.
Berkaitan dengan itu, kongres kemudian memberi mandat kepada HBNU
(sebutan untuk PBNU pada waktu itu) untuk mengadakan gerakan pembangunan
ekonomi (economische mo-bilisatie) di kalangan warga NU. Melaksanakan mandat
tersebut, HBNO mencanangkan langkah awal berupa penggalangan warga.
Para pemimpin NU pada waktu itu berkeyakinan bahwa akar kegagalan umat
dalam mengembangkan kekuatan sosial-ekonomi mereka terletak pada faktor
manusianya, terutama sikap mental yang mendasari cara bergaul dan berkiprah di
tengah masyarakat dan dunia usaha. Ajaran-ajaran agama dari teladan Rasulullah
SAW banyak yang dilupakan sehingga umat kehilangan ketangguhannya.
Berdasarkan telaah atas berbagai kelemahan (penyakit) umat Islam,
pemimpin-pemimpin NU menunjuk tiga prinsip dasar itu adalah :
1. As-Shidq (selalu benar, tidak berdusta kecuali yang diizinkan oleh agama
karena mengandung maslahat lebih besar.
2. Al-Amanah wal Wafa bil ‘Ahd (menetapi segala janji)
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
3. Atta’awun (tolong-menolong di antara anggota-anggota (leden) NU
khususnya dan sebisa-bisa sesama umat Muslimin pada umumnya.
HBNO melaksanakan gerakan membangkitkan penghayatan dan pengamalan
warga NU atas ketiga prinsip dasar ini dan menyebutnya sebagai langkah awal
menuju pembangunan Khaira Ummah atau yang kemudian terkenal dengan Mabadi
Khaira Ummah. Berbagai jalur komunikasi NU-di antara yang sangat efektif adalah
forum lailatul ijtima’ di ranting-ranting -dimanfaatkan bagi penyebarluasannya.
Cabang-cabang diperintahkan untuk membuat perjanjian (bai’at) dengan warga
masing-masing untuk dengan sungguh-sungguh melaksanakan ketiga prinsip dasar
tersebut. Di samping itu, dibentuk pula berbagai kegiatan usaha bersama (koperasi)
sebagai media aktualisasi yang konkret.
Hasil gerakan ini nyata menggembirakan. Semangat berorganisasi semakin
tumbuh dan berkembang, kegiatan organisasi dalam berbagai bidang semakin tampak,
kesetiaan warga semakin kuat dan para pemimpinnya semakin kompak. Kalupun ada
perbedaan pendapat di antara mereka semata-mata didasarkan atas perbedaan
pendirian, bukan karena kepentingan. Semua ini membawa dampak positif baik dalam
pembinaan internal maupun dalam upaya pengembangan NU keluar.
Tetapi sungguh sayang bahwa gerakan yang demikian baik itu kemudian
mandeg (mengalami stagnasi) karena terjadinya perang dunia II. Ketika keadaan
kembali normal seusai perang dunia, gerakan ini pun belum dapat dibangkitkan
kembali, hingga kini. Berbareng dengan munculnya suara ajakan kembali ke khittah,
sekitar 1973, keinginan untuk menghidupkan kembali gerakan ini pun terdengar,
namun lagi-lagi tenggelam di tengah hiruk-pikuk politik yang menyibukkan. Baru
setelah dicanangkannya Khittah NU, keinginan tersebut menguat lagi, lebih-lebih
setelah muktamar NU ke–28 yang mengamaanatkan kepada PBNU agar menangani
masalah ekonomi secara lebih serius.
Tuntutan untuk membangkitkan gerakan Mabadi Khaira Ummah setelah
dicanangkannya Khittah NU memang hampir-hampir merupakan konsekuensi logis.
Pertama, karena Mabadi Khaira Ummah adalah butir-butir ajaran yang dipetik dari
faham keagamaan Nahdlatul Ulama, maka ia adalah bagian dari “moral” Khitttah NU
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
yang harus ditanamkan kepada warga. Kedua, tekad melaksanakan Khittah NU itu
sendiri menuntut pembenahan dan pengembangan NU demi meningkatkan
ketangguhan organisasi dan aktualisasi potensi-potensi yang dimilikinya, yang mutlak
perlu dalam upaya berkarya nyata bagi pembangunan umat, bangsa dan negara.
Ketiga, sejarah Mabadi Khaira Ummah tak dapat dipisahkan dari “jiwa asli” Nahdlatul
Ulama’ yang kini disebut Khittah NU itu. Mabadi Khaira Ummah adalah “sunnah”
para pemula (as-sabiqun al-awwalun) NU. Jika kembali ke Khittah NU dapat dimaknai
sebagai peningkatan kembali (reengagment) dengan semangat dan “Sunnah” para
pemula ini, maka gerakan Mabadi Khaira Ummah adalah “sunnah” yang perlu
dilestarikan mengingat relevansinya dengan kebutuhan masa kini, bahwa dengan
kebutuhan segala jaman. Lebih jauh, pembangkitan kembali dan pengembangan
gerakan Mabadi Khaira Ummah ini pun relevan dengan kebutuhan bangsa dan negara
dalam menyongsong rencana pembangunan jangka panjang tahap ke-2 atau
Kebangkitan Nasional II yang sasaran utamanya adalah pembangunan sumber daya
manusia. Keberhasilan pembangunan pada tahap ini akan tergantung pada upaya
pembentukan manusia Indonesia, yang tidak hanya memiliki keterampilan saja, tetapi
juga watak dan karakter terpuji serta bertanggung jawab: sesuatu yang menjadi
sasaran langsung gerakan Mabadi Khaira Ummah pula. Dengan demikian,
pengembangan kembali dan pengembangan gerakan Mabadi Khaira Ummah ini berarti
juga salah satu bentuk pemenuhan tanggung jawab NU terhadap bangsa dan negara.
Pentingnya makna strategis gerakan Mabadi Khaira Ummah ini cukup menjadi
alasan untuk memprioritaskannya.
II. PENGERTIAN MABADI KHAIRA UMMAH
Mabadi Khaira Ummah merupakan langkah awal pembentukan umat terbaik.
Gerakan Mabadi Khaira Ummah merupakan langkah awal pembentukan “umat
terbaik” (Khaira Ummah) yaitu suatu umat yang mampu melaksanakan tugastugas
amar makruf nahi mungkar yang merupakan bagian terpenting dari kiprah
NU karena kedua sendi mutlak diperlukan untuk menopang terwujudnya tata
kehidupan yang diridlai Allah SWT. sesuai dengan cita-cita NU. Amar ma’ruf
adalah mengajak dan mendorong perbuatan baik yang bermanfaat bagi kehidupan
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
duniawi dan ukhrawi, sedangkan nahi mungkar adalah menolak dan mencegah
segala hal yang dapat merugikan, merusak dan merendahkan, nilai-nilai kehidupan
dan hanya dengan kedua sendi tersebut kebahagiaan lahiriah dan bathiniyah dapat
tercapai. Prinsip dasar yang melandasinya disebut “Mabadi Khaira Ummah”.
Kalimat Khaira Ummah diambil dari kandungan Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat
110 yang berbunyi:
           
        
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.(QS. Ali Imran [3]:110)
Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Khaira Ummah
adalah mereka yang hijrah dari Mekah ke Madinah dan mereka yang ikut perang
Badar serta ikut rombongan Nabi ke Hudaibiyah, sebagaimana dikemukakan oleh
Ibnu Abbas. Dan sebagian lagi berpendapat bahwa mereka yang dimaksud itu adalah
umat Islam periode pertama dengan mendasarkan pada hadis:

“Sebaik-baik umatku adalah abad dimana Aku diutus kepada mereka, kemudian
orang-orang yang berikutnya” (H.R.Ahmad)

“Sebaik-baik abad adalah abadku, kemudian orang-orang yang berikutnya”
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
Sedangkan sebagian lainnya mengatakan bahwa mereka adalah umat Islam
pada setiap periode sepanjang syarat-syarat yang terkait dengan ayat tersebut
terpenuhi yaitu, beriman dan mampu melaksanakan amar makruf nahi mungkar.
Pendapat ini berdasarkan pada ucapan Sayyidina Umar yang berbunyi:
 
“Siapa yang bekerja seperti kamu maka adalah seperti kamu” (Tafsir Al-Qurtubi).

“Barang siapa yang senang menjadi umat ini hendaknya memenuhi syarat Allah di
dalamnya” (Tafsir Ibnu Katsir riwayat Ibnu Jarir)
Selain itu terdapat beberapa hadis yang memuji umat yang datang kemudian, di
antaranya:

Beruntunglah orang yang melihatku dan beriman kepadaku, dan beruntunglah tujuh
kali orang yang tidak melihatku tetapi beriman kepadaku”.( riwayat Abu Umamah )


Sebaik-baik makhluq imannya adalah kaum yang di dalam tulang rusuk orangorang
lelaki; mereka beriman kepadaku tapi tidak melihatku, mereka
mendapatkan kertas lalu mengamalkan isinya karena itu, mereka adalah sebaikbaik
makhluq imannya “(riwayat Zaid bin Aslam dari ayahnya dari Umar)
Abu Umar bin Abdil Bar berpendapat bahwa hadis yang menyebutkan tentang
kebaikan pada kurun periode pertama tidak dapat diartikan secara umum karena
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
pada setiap periode selalu terdapat orang yang memiliki keutamaan/kelebihan dan
orang-orang yang memiliki sifat sebaliknya.
Dalam pada itu terdapat beberapa hadis yang memnjelaskan bahwa umat terbaik
bisa terjadi pada periode pertama atau periode terakhir, di antara hadis-hadis itu
adalah:
 
“Umatku bagaikan hujan, tidak diketahui apakah awalnya lebih baik atau
akhirnya”(disebutkan oleh At-Thalayisi, Abu Isa At-Tirmidzi)

“Perumpamaan umatku bagaikan hujan, tidak diketahui apakah awalnya lebih
baik atau akhirnya” (disebutkan oleh Ad-Daruquthni dari riwayat Anas)
Berdasarkan hadis-hadis tersebut Imam Al-Qurtubi berkesimpulan bahwa
predikat Khaira Ummah dapat diperoleh bagi umat Islam pada setiap periode bila
tantangan yang dihadapinya sama seperti umat Islam pada periode pertama, yaitu bila
ajaran Islam itu dianggap gharib (asing) seperti pada waktu datang pertama kalinya,
orang-orang yang benar-benar beriman direndahkan dan perbuatan yang fasiq
semakin subur. Dalam kondisi yang demikian dibutuhkan tampilnya suatu umat yang
berkualitas dan tidak hanya memiliki keberanian tetapi juga memiliki kemampuan
untuk mengatasinya. Umat seperti ini dinamakan umat terbaik (Khaira Ummah) yang
bisa memunculkan beberapa periode sesuai dengan kemungkinan timbulnya keadaan
seperti yang dikemukakan di atasnya.
III.TUJUAN MABADI KHAIRA UMMAH
Sebagaimana dijelaskan di atas, gerakan Mabadi Khaira Ummah yang pertama
dahulu diarahkan kepada penggalangan warga untuk mendukung program
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
pembangunan ekonomi NU. Program ini telah menjadi perhatian serius pula saat ini,
sebagaimana hasil Kongres NU ke-28.
Sementara itu kebutuhan strategis NU dewasa ini pun semakin berkembang.
NU telah tumbuh menjadi satu organisasi massa besar. Tetapi, meskipun tingkat
kohesi kultural di antara warga tinggi, kita tidak dapat mengingkari kenyataan, betapa
lamban proses pengembangan tata organisasinya. Di hampir semua tingkat
kepengurusan dan realisasi program masih terlihat kelemahan manajemen sebagai
problem serius. Menyongsong tugas-tugas berat di massa datang, persoalan
pembinaan tata organisasi ini perlu segera ditangani.
Jika ditelaah lebih mendalam, nyatalah bahwa prinsip-prinsip dasar yang
terkandung dalam Mabadi Khaira Ummah tersebut memang amat relevan dengan
dimensi personal dalam pembinaan manejemen organisasi, baik organisasi usaha
(bisnis) maupun organisasi sosial. Manajemen organisasi yang baik membutuhkan
sumber daya manusia yang tidak saja terampil, tetapi juga berkarakter terpuji dan
bertanggung jawab. Dalam pembinaan organisasi NU, kualitas sumber daya manusia
semacam ini jelas dibutuhkan.
Dengan demikian, gerakan Mabadi Khaira Ummah tidak saja relevan dengan
program pengembangan ekonomi, tetapi juga pembinaan organisasi pada umumnya.
Kedua hal ini yang akan menjadi arah strategis pembangkitan kembali gerakan
Mabadi Khaira Ummah kita nantinya, di samping bahwa sumber daya manusia yang
dapat dikembangkan melalui gerakan ini pun akan menjadi kader-kader unggul yang
siap berkiprah aktif dalam mengikhtiyarkan kemashlahatan umat, bangsa dan negara
pada umumnya.
IV. BUTIR-BUTIR MABADI KHAIRA UMMAH DAN PENGERTIANNYA
Yang perlu dicermati selanjutnya dalah perbedaan konteks zaman antara
massa gerakan Mabadi Khaira Ummah pertama kali dicetuskan dan masa kini. Melihat
besar dan mendasarnya perubahan sosial yang terjadi dalam kurun sejarah tersebut,
tentulah perbedaan konteks itu membawa konsekuensi yang tidak kecil. Demikian
pula halnya dengan perkembangan kebutuhan-kebutuhan internal NU sendiri. Oleh
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
karenanya perlu dilakukan beberapa penyesuaian dan pengembangan dari gerakan
Mabadi Khaira Ummah yang pertama agar lebih jumbuh dengan konteks kekinian.
Konsekuensi-konsekuensi dari berbagai perkembangan itu akan menyentuh
persoalan arah dan titik tolak gerakan serta strategi pelaksanaannya. Di atas telah
dijelaskan pengembangan kerangka tujuan bagi gerakan ini. Berkaitan dengan itu pula,
diperlukan penyesuaian dan pengembangan yang menyangkut butir-butir yang
dimasukkan dalam Mabadi khaira Ummah dan spesifikasi pengertiannya.
Jika semula Mabadi Khaira Ummah hanya memuat tiga butir nilai seperti telah
disebut di atas, dua butir lagi perlu ditambahkan untuk mengantisipasi persoalan dan
kebutuhan kontemporer. Kedua butir itu adalah al-‘Adalah dan al-Istiqamah. Dengan
demikian, gerakan Mabadi Khaira Ummah kita ini akan membawa lima butir nilai yang
dapat pula disebut sebagai “Al-Mabadi Al-Khamsah”. Berikut ini adalah uraian
pengertian yang telah dikembangkan dari kelima butir “Al-Mabadi Al-Khamsah”
tersebut disertai kaitan dengan orientasi-orientasi spesifiknya, sesuai dengan
kerangka tujuan yang telah dijelaskan di atas:
1. As-Shidqu ()
Butir ini mengandung arti kejujuran/kebenaran, kesungguhan dan
keterbukaan. Kejujuran/kebenaran adalah satunya kata dengan perbuatan, ucapan
dengan pikiran. Apa yang diucapkan sama dengan yang di bathin. Jujur dalam hal ini
berarti tidak plin-plan dan tidak dengan sengaja memutarbalikkan fakta atau
memberikan informasi yang menyesatkan. Dan tentu saja jujur pada diri sendiri.
Termasuk dalam pengertian ini adalah jujur dalam bertransaksi dan jujur dalam
bertukar pikiran. Jujur dalam bertransaksi artinya menjauhi segala bentuk penipuan
demi mengejar keuntungan. Jujur dalam bertukar pikiran artinya mencari mashlahat
dan kebenaran serta bersedia mengakui dan menerima pendapat yang lebih baik.
Dalil-dalil yang berkaitan dengan hal ini adalah:
   
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu
bersama orang-orang yang benar”.(QS. at-Taubah [9] :119)
 

“Tetaplah kamu jujur (benar), karena jujur itu menunjukkan kepada kebaikan,
dan kebaikan itu menunjukkan kepada surga”. Seorang laki-laki senantiasa jujur
dan mencari kejujuran sampai dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur”. (H.
Muttafaq ‘alaih)
Kesungguhan berarti berusaha dengan sungguh-sungguh (mujahadah)
dalam melaksanakan berbagai ikhtiyar dan tugas.


“Empat hal, yang apabila ada pada seseorang maka orang itu menjadi munafiq
murni, dan apabila seseorang memiliki satu sifat dari empat hal itu maka ia
memiliki satu sifat sampai ia meninggalkannya. Empat hal itu ialah apabila di
percaya ia berkhianat, apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia
mengkhianati, dan apabila bermusuhan ia berbuat jahat “(muttafaq ‘alaih)
Keterbukaan adalah sikap yang lahir dari kejujuran demi menghindarkan
saling curiga, kecuali dalam hal-hal yang harus dirahasiakan karena alasan
pengamanan dan karena tidak semua keadaan harus diberitakan, sebagaimana
petunjuk Allah SWT dan teladan Rasulullah SAW:
 
“Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah
orang- orang yang bertaqwa”. (QS. al-Baqarah [2]: 177)
        
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang
telah mereka janjikan kepada Allah...” (QS. al-Ahzab [33]: 23)
Keterbukaan ini dapat menjadi faktor yang ikut menjaga kohesifitas organisasi
dan sekaligus menjamin berjalannya fungsi control.
As-Shidqu merupakan salah satu sifat para nabi sebagaimana disebutkan dalam
beberapa ayat Al-Quran dan hadis:
 
“Rasulullah SAW dahulunya apabila menuju ke suatu perjalanan maka Ia
menyembunyikan kepada orang lain”. (Muttafaq ‘alaih)



“Dan kalau mereka menyerahkan kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka,
tentulah akan dapat diketahui oleh apakah itu termasuk yang patut disiarkan atau
tidak: oleh orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya dari mereka”. (Rasul dan
Ulil Amri) (Tafsir Al-Jalalain)

     
”Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al kitab (Al Quran) ini.
Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi
(QS. Maryam [19] : 41)
         
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut)
di dalam Al-Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan Dia
adalah seorang Rasul dan Nabi”.(QS. Maryam [19] : 54)
  
“Dan Ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Idris (yang tersebut) di
dalam Al-Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan
seorang Nabi”(QS. Maryam [19] : 56)
Kebalikan dari Assidqu adalah al-kidzbu (dusta), satu sifat yang tidak terpuji
dan termasuk di antara tanda-tanda kemunafikan.


“Jauhilah sifat dusta, karena dusta itu menunjukkan kepada durhaka, dan
durhaka itu menunjukkan kepada neraka. Seseorang laki-laki senantiasa dusta
dan mencari kedustaan sampai dicatat di sisi Allah sebagai orang yang dusta”.
(Muttafaq ‘alaih)


“Ada tiga hal, yang apabila ada pada seseorang maka ia adalah munafiq,
walaupun ia berpuasa, sholat, dan mengira dirinya itu muslim. Tiga hal itu ialah
apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia mengingkari, dan apabila
dipercaya ia berkhianat”. (Muttafaq ‘alaih)
Tetapi dalam hal tertentu memang diperbolehkan untuk menyembuhkan
keadaan sebenarnya atau menyembunyikan informasi seperti telah di singgung di
atas. Diperbolehkan pula berdusta dalam menguasahakan perdamaian dan
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
memecahkan masalah kemasyarakatan yang sulit demi kemaslahatan umum. Singkat
kata: dusta yang dihalalkan oleh syara’ .
 
“Dusta itu bukanlah yang memperbaiki di kalangan manusia, lalu menumbuhkan
kebaikan atau berbicara baik” (Muttafaq ‘alaih)



“Apabila manusia berdusta untuk memecahkan suaau problema sosial yang bertujuan
untuk kepentingan umum maka ia dimaafkan untuk itu”(Hadis piilhan halaman 187)
2. Al-Amanah wal-Wafa bil ‘ahd ( )
Butir ini memuat dua istilah yang saling terkait, yakni al-amanah dan al-wafa’
bil ’ahdi. Yang pertama secara lebih umum maliputi semua beban yang harus
dilaksanakan, baik ada perjanjian maupun tidak, sedang yang disebut belakangan
hanya berkaitan dengan perjanjian. Kedua istilah ini digambungkan untuk
memperoleh satu kesatuan pengertian yang meliputi: dapat dipercaya, setia dan tepat
janji. Dapat dipercaya adalah sifat yang diletakkan pada seseorang yang dapat
melaksanakan semua tugas yang dipikulnya, baik yang bersifat diniyah maupun
ijtima’iyyah. Dengan sifat ini orang menghindar dari segala bentuk pembekalaian dan
manipulasi tugas atau jabatan.
   
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya... (QS. An-Nisa’ [4]: 58)
􀀃
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992

“Sampaikanlah amanat itu kepada orang yang memberi kepercayaan kepadamu, dan
jangan mengkhianati orang yang berkhianat kepadamu”. (HR. ad-Daruquthni)
Lawan dari amanah adalah khianat termasuk salah satu unsur nifaq
sebagaimana tersebut dalam hadis terdahulu.
Setia mengandung pengertian kepatuan dan ketaatan kepada Allah dan
pimpinan/ penguasa sepanjang tidak memerintahkan untuk berbuat maksiat.
)     
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. (QS. An-Nisa’ [4]: 59)􀀃
      
Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka,
tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya
dari mereka (Rasul dan ulil Amri) (QS. An-Nisa’ [4]: 83)􀀃


Dan seandainya dipekerjakan untukmu seorang budak Habasyi yang dapat menuntun
kamu dengan Kitab Allah, maka dengarlah dan taatilah”. (HR. Muslim dan an-Nasai).

Barang siapa di antara penguasa menyuruh kamu melakukan maksiat, maka jangan
kamu taati” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim).
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
Tetap janji mengandung arti melaksanakan semua perjanjian, baik perjanjian
yang dibuat sendiri maupun perjanjian yang melekat karena kedudukannya sebagai
mukallaf, meliputi janji memimpin terhadap yang dipimpinnya, janji antar sesama
anggota masyarakat (kotrak sosial) antar sesama anggota keluarga dan setiap individu
yang lain. Menyalahi janji termasuk salah satu unsur nifaq.
   
"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. " (QS. Al-Maidah [4]:1)
    
"Dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji...." (QS.Al-Baqarah[2]:
177)
􀀃􀀃􀀃
􀀑􀃑􀀃
"Janji bagaikan hutang atau lebih utama." (HR. Ibn Abid Dunya)
 
 
“Apabila seseorang berjanji kepada saudaranya untuk menepati, atau tidak
memperoleh, maka tidak ada dosa baginya” (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi).




“Ingatlah, kalian adalah penggembala dan kalian bertanggung jawab terhadap
gembalaannya. Maka pemimpin yang memimpin manusia adalah penggembala dan ia
bertanggung jawab terhadap gembalaannya. Seorang laki-laki adalah
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
penggembalakeluarganya dan ia bertanggung jawab terhadap gembalaannya. Istri
adalah penggembala bagi rumah tangga suaminya dan anaknya dan ia bertanggung
jawab terhadap mereka. Budak seseorang adalah penggembala terhadap harta benda
tuannya dan ia bertanggung jawab terhadapnya. Ingatlah kamu semua adalag
penggembal dan kamu semua bertanggung jawan terhadap gembalanya” (H.
Muttafaq alaih).
Ketiga sifat di atas (dapat dipercaya, setia dan tetap janji) menjamin itegritas
pribadi dalam menjalankan wewenang dan dedikasi tehadap tugas. Sedangkan alamanah
wal wafa bil ’ahdi itu sendiri, bersama-sama dengan ash-shidqu, secara umum
menjadi ukuran kredebilitas yang tinggi di hadapan pihal lain: satu syarat penting
dalam membangun berbagai kerjasama.
3. Al-‘Adalah ()
Bersikap adil (al’adalah) mengandung pengertian obyektif, proposional dan taat asas.
Bitir ini mengharuskan orang berpegang kepad kebenaran obyektif dan
memnempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Distorsi penilaian sangat mungkin
terjadi akibat pengaruh emosi, sentimen pribadi atu kepentingan egoistic. Distorsi
semacam ini dapat menjeruamuskan orang kedalam kesalahan fatal dalam mengambil
sikap terhadap suatu persolan. Buntutnya suadah tentu adalah kekeliruan bertindak
yang bukan saja tidak menyelesaikan masalah, tetapi bahkan menambah-namabh
keruwetan. Lebih-lebih jika persolan menyangkut perselisihan atau pertentangan
diantara berbagai pihak. Dengan sikap obyektif dan pro[osional distorsi semacam ini
dapat dihindarkan.
      
“Dan apabila kamu menetapkan hokum di atara manusia suapay kamu menetapkan
dengan adil” (QS. An-Nisa [4] :58)
    
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan” (QS. An-
Nahl [16]: 90)
     
“Dan berlaku adillah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”
(QS. Al-Hujarat [49]: 9)
                
       
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil,
berlaku adilah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-
Maidah [5]: 8)

“Sesungguhnya orang-orang yang adil menurut Allah berada di atas mimbar cahaya,
yaitu orang –orang yang adail dalam penetapan hukuman, dalam keluarganya dan
harta bendanya”(HR.. Muslim)

“Bertaqwalah kamu kapada Allah dan berlakun adillah dalam anak-anakmu” (H.
Muttafaq alaih)
I
mplikasi lain dari al-'adalah adalah kesetiaan kepada aturan main (correct) dan
rasionalitas dalam perbuatan keputusan, termasuk dalam alokasi sumberdaya dan
tugas (the right man on the right place). “Kebijakan” memang sering kali diperlukan
dalam mengangani masalah –masalah tertentu. Tetapi semuanya harus tetap di
atas landasan (asas) bertindak yang disepakati bersama.

PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
“Demi Allah, sesorang di antara kamu tidak mengambil suatu yang bukan haknya
kecuali akan menjumpai Allah SWT membawanya pada hari kiamat” (HR. Muttafaq
'alaihi)

 

“Siapa yang mengambil hak seseorang dengan sumpah palsu, maka Allah mewajibkan
baginya neraka dan mengharamkannya surga. Lalu ia berkata, “Meskipun hanya sedikit?”
Nabi menjawab :" Meskipun hanya setangkai dahan dari pohon araq” (HR. Muslim)


“Ya Allah, sungguh aku mengeluarkan hak dua orang lemah, yaitu anak yatim dan
perempuan” (HR. an-Nasa'i)


"Berilah kepada buruh upahnya sebelum kering keringatnya."
4. At-Ta'awun ()
At-ta’awun merupakan sendi utama dalam tata kehidupan masyarakat : manusia tidak
dapat hidup sendiri tanpa bantuan pihak lain. Pengertia ta'awun meliputi tolong
menolong, setia kawan dan gotong royong dalam kebaikan dan taqwa. Imam al-
Mawardi mengaitkan pengertia al-birr (kebaikan) dengan kerelaan manusia dan taqwa
dengan ridla Allah SWT. Memperoleh keduanya berarti memperoleh kebahagiaan
yang sempurna. Ta'awun juga mengandung pengertian timbal balik dari masing-masing
pihak untuk memberi dan menerima. Oleh karena itu, sikap ta'awun mendorong
setiap orang untuk berusaha dan bersikap kreatif agar dapat memiliki sesuatu yang
dapat disumbangkan kepada orang lain dan kepada kepentingan bersama.
Mengembangkan sikap ta'awun berarti juga mengupayakan konsolidasi.
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992

            “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan
tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya (QS. Al-Maidah [5] : 2)

 
"Siapa yang mempunyai kelebihan kendaraan maka hendakalah membantu kepada orang
yang tidak mempunyai kendaraan. Dan siapa yang mempunyai kelebihan bekal hendaklah
membantu kepada orang yang tidak mempunyai bekal. Lalu beliau menyebutkan macammacam
harta sehingga kita lihat bahwa tidak ada seorang pun di antara kita yang
mempunyai kelebiahan (HR. Muslim)




"Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain, tidak menganiaya dan tidak
membiarkan saudaranya dianiaya orang. Siapa yang mencukupi kebutuhan saudaranya
maka Allah menjadi kebutuhannya. Siapa yang melonggarkan penderitaan seorang
muslim maka Allah akan melonggarkan (meringankan) penderitaannya di hari kiamat.
Dan siapa yang menutupi seorang muslim maka Allah akan menutupinya di hari
kiamat.".(HR. Mutafaq alaih).􀀃

"Allah selalu menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya. (HR.
Muslim).
5. Istiqamah ()
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
Istiqamah mengandung pengertian ajeg-jejeg, berkesinambungan, dan
berkelanjutan. Ajeg-jejeg artinya tetap dan tidak bergeser dari jalur (thariqah) sesuai
dengan ketentuan Allah SWT dan rasul-Nya, tuntunan yang diberikan oleh salafus
shalih dan aturan main serta rencana-rencana yang disepakati bersama.
Kesinambungan artinya keterkaitan antara satu kegiatan dengan kegaiatan yang lain
dan antara satu periode dengan periode yang lain sehingga kesemuanya merupakan
satu kesatuan yang tak terpisahkan dan saling menopang seperti sebuah bangunan.
Sedangkan makna berkelanjutan adalah bahwa pelaksanaan kegiatan-kegiatan
tersebut merupakan proses yang berlangsung terus menerus tanpa mengalami
kemandekan, merupakan suatu proses maju (progressing) bukannya berjalan di
tempat (stagnant).
           
   
Sesunguhnya orang-orang yang mengatakan “Tuhan kami ialah allah” kemudian mereka
meneguhkan diri mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan
mangatakan) “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kau merasa sedih, dan
gembirakanlah mereka dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu
(QS. Fushshilat [41]: 30)
        
        

Maka karena itu serulah (mereka kepada agama itu) dan teteplah sebagaimana
diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah,
“Aku beriman kepada semua kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya
semua kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supayaberlaku adil diantara
kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu
amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan
antara kita dan kepada-Nya kembali (QS. Asy-Syura :15)
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
  
Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang
sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai berai kembali “(QS. An-Nahl: 92)
􀀃􀀃

“Sebaik-baik amal menurut Allah adalah yang dilakukan oleh pemiliknya (pelakunya)
terus menerus walaupun sedikit” (HR. Muttafaq ‘alaih) 􀀃
PENUTUP
Pembangkitan kembali dan pengembang gerakan mabadi khaira umah bukan
sekedar romatisme sejarah atau demam khithah. Pembangkitang kembali gerakan ini
didorong oleh kebutuhan-kebutuhan dan tantangan-tantangan nyata yang dihadapai
oleh Nahdlatul Ulama khususnya serat bangsa dan negara pada umumnya.
Kemiskinan, kelangkaan sumber daya manusia yang handal, kemerosotan buadaya
dan mencairnya solidaritas sosial adalah keprihatinan yang dihadapai oleh masyarakat
Indonesia. Dalam konteks yang lebih sempit, konteks jamiyyah Nahdlatu Ulama
sendiri, lemahnya posisi ekonomi sebagian besar warga, merosotnya solidaritas
internal dan kurang berfungsinya tertib organisasi telah lama menjadi problem serius
yang hampir-hampir kronis.
Sebagai nilai-nilai universal butir-butir mabadi khairu ummah memang dapat
menjadi jawaban langsung bagi problem-problem sosial yang dihadapi oleh
masyarakat umum seperti yang disinggung di atas, tetapi sosialisasi nilai-nialai
tersebut harus dimuali dari diri sendiri dalam hal ini: dimuali dari warga NU sendiri.
Lebih jauh mabadi khairu ummah sebagai seruan moral tidak akan mendapatkan
sasarannya tanpa didukung oleh proses politik yang efektif. NU bukan lagi pada
politik, tapi tetap mengemban fungsi sebagai kelompok penekan, moral force. Dalam
fungsi NU bertangung jawab untuk mengemban mabadi khoirah ummah itu sebagai
aspirasi moralnya. Tetapi membawa aspirasi kelompok ke dalam aspirasi politik pun
PP. LAKPESDAM NU
Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Manusia Nahdlatul Ulama
Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992
No. 04/Munas/1992
menuntut dukungan kekuatan tawar yang memadai untuk ini besarnya kekuatan
masa secara kuantitatif saja belum cukup. Kualitas oraganisasi juga amat menentukan.
Oleh karenanya gerakan mabadi khairu ummah ini pertama-tama akan
diarahkan kepada konsolidasi internal NU sendiri, dengan mengutamakan dua aspek:
pembianaan tata oraganisasi dan pengembangan kekuatan sosial ekonomi. Pembinaan
tata organisasi akan mendorong warga untuk tidak sekedar berjama'ah tapi benarbenar
berjam'iyah, artinya menjaga kesatuan gerak dengan nidlam yang benar-benar
diperhatikan. Sedangkan pembinaan kekuatan sosial ekonomi, di samping bertujuan
langsung meningkatkan kesejahteraan warga, berarti pula peningkatan kualitas peran
sosial politik NU di tengah masyarakat.
Agar tercapai hasil yang diaharapkan, gerakan mabadi’ khairu ummah ini harus
diwujudkan ke dalam pola sosialisasi yang sistematis, disertai media, media aktualisasi
yang kongkrit. Dengan kata lain: melalui rekayasa sosial yang terencana dengan baik
dan utuh. Bentuk-bentuk perwujudannya bisa berupa sistem pengkaderan formal,
termasuk mekanisme rekruitmen kadernya, proyek-proyek pilot sebagi batu ujian,
pelatihan-pelatihan, pengembangan jaringan bisnis dan usaha bersama di kalangan
warga dan lain sebaginya.
Dengan organisasi yang terkonsolidasi potensi-potensi yang lebih teraktualisasi
dan kermampuan sosial yang prima, akan lebih mudah bagi NU dan warganya untuk
mendekati citra khoiru ummah dengan melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawab
secara lebih konsisten dan efektif: da’wah dan amar ma;ruf nahi mungkar. []

Pendiri NU

KH. Abdul Wahab Hasbullah: Laskar Perang Berfikir Moderat

20 Juli 2009



KH Abdul Wahab HasbullahLahir di Tambakberas, Jombang, pada bulan Maret 1888 M. Ayahanda KH Abdul Wahab Hasbullah adalah Kyai Said, Pengasuh Pesantren Tambakberas Jombang Jawa Timur, sedangkan Ibundanya bernama Fatimah. KH Abdul Wahab Hasbullah adalah seorang ulama yang berpandangan modern, da’wah beliau dimulai dengan mendirikan media massa atau surat kabar, yaitu harian umum “Soeara Nahdlatul Oelama” atau Soeara NO dan Berita Nahdlatul Ulama.

Beliau juga seorang pelopor dalam membuka forum diskusi antar ulama, baik di lingkungan NU, Muhammadiyah dan organisasi lainnya. Ia belajar di Pesantren Langitan Tuban, Pesantren Mojosari Nganjuk, Pesantren Tawangsari Sepanjang, belajar pada Syaikhona R. Muhammad Kholil Bangkalan Madura, dan Pesantren Tebuireng Jombang di bawah asuhan Hadratusy Syaikh KH. M. Hasyim Asy‘ari. Disamping itu, Kyai Wahab juga merantau ke Makkah untuk berguru kepada Syaikh Mahfudz at-Tirmasi dan Syaikh Al-Yamani dengan hasil nilai istimewa.

Kyai. Wahab merupakan bapak Pendiri NU setelah Hadratusy Syaikh KH. M. Hasyim Asy’ari. Selain itu juga pernah menjadi Panglima Laskar Mujahidin (Hizbullah) ketika melawan penjajah Jepang. Beliau juga tercatat sebagai anggota DPA bersama Ki Hajar Dewantoro. Tahun 1914 mendirikan kursus bernama “Tashwirul Afkar”.

Tahun 1916 mendirikan Organisasi Pemuda Islam bernama Nahdlatul Wathan, kemudian pada 1926 menjadi Ketua Tim Komite Hijaz. Pada perang melawan penjajah Jepang beliau berhasil membebaskan KH. M. Hasyim Asy’ari dari penjara ketika ditahan Jepang. Kyai Wahab juga seorang pencetus dasar-dasar kepemimpinan dalam organisasi NU dengan adanya dua badan, Syuriyah dan Tanfidziyah sebagai usaha pemersatu kalangan Tua dengan Muda. Akhirnya KH. Abdul Wahab Hasbullah dipanggil menghadap ke haribaan-Nya pada Rabu 12 Dzul Qa’dah 1391 H atau 29 Desember 1971 tepat pukul 10.00 WIB, empat hari setelah MUKTAMAR NU ke-25.
Pelopor Kebebasan Berpikir

KH. A. Wahab Hasbullah adalah pelopor kebebasan berpikir di kalangan Umat Islam Indonesia, khususnya di lingkungan nahdhiyyin. KH. A. Wahab Hasbullah merupakan seorang ulama besar Indonesia. Beliau merupakan seorang ulama yang menekankan pentingnya kebebasan dalam keberagamaan terutama kebebasan berpikir dan berpendapat. Untuk itu kyai Abdul Wahab Hasbullah membentuk kelompok diskusi Tashwirul Afkar (Pergolakan Pemikiran) di Surabaya pada 1941.

Mula-mula kelompok ini mengadakan kegiatan dengan peserta yang terbatas. Tetapi berkat prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat yang diterapkan dan topik-topik yang dibicarakan mempunyai jangkauan kemasyarakatan yang luas, dalam waktu singkat kelompok ini menjadi sangat populer dan menarik perhatian di kalangan pemuda. Banyak tokoh Islam dari berbagai kalangan bertemu dalam forum itu untuk memperdebatkan dan memecahkan permasalahan pelik yang dianggap penting.

Tashwirul Afkar tidak hanya menghimpun kaum ulama pesantren. Ia juga menjadi ajang komunikasi dan forum saling tukar informasi antar tokoh nasional sekaligus jembatan bagi komunikasi antara generasi muda dan generasi tua. Karena sifat rekrutmennya yang lebih mementingkan progresivitas berpikir dan bertindak, maka jelas pula kelompok diskusi ini juga menjadi forum pengkaderan bagi kaum muda yang gandrung pada pemikiran keilmuan dan dunia politik.

Bersamaan dengan itu, dari rumahnya di Kertopaten, Surabaya, Kyai Abdul Wahab Hasbullah bersama KH. Mas Mansur menghimpun sejumlah ulama dalam organisasi Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) yang mendapatkan kedudukan badan hukumnya pada 1916. Dari organisasi inilah Kyai Abdul Wahab Hasbullah mendapat kepercayaan dan dukungan penuh dari ulama pesantren yang kurang-lebih sealiran dengannya. Di antara ulama yang berhimpun itu adalah Kyai Bisri Syansuri (Denanyar Jombang), Kyai Abdul Halim, (Leimunding Cirebon), Kyai Alwi Abdul Aziz, Kyai Ma’shum (Lasem) dan Kyai Cholil (Kasingan Rembang).
Kebebasan berpikir dan berpendapat yang dipelopori Kyai Wahab Hasbullah dengan membentuk Tashwirul Afkar merupakan warisan terpenting beliau kepada kaum muslimin Indonesia. Kyai Wahab telah mencontohkan kepada generasi penerusnya bahwa prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat dapat dijalankan dalam nuansa keberagamaan yang kental. Prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat tidak akan mengurangi ruh spiritualisme umat beragama dan kadar keimanan seorang muslim. Dengan prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat, kaum muslim justru akan mampu memecahkan problem sosial kemasyarakatan dengan pisau analisis keislaman.

Pernah suatu ketika Kyai Wahab didatangi seseorang yang meminta fatwa tentang Qurban yang sebelumnya orang itu datang kepada Kyai Bisri Syansuri. “Bahwa menurut hukum Fiqih berqurban seekor sapi itu pahalanya hanya untuk tujuh orang saja”, terang Kyai Bisri. Akan tetapi Si Fulan yang bertanya tadi berharap anaknya yang masih kecil bisa terakomodir juga. Tentu saja jawaban Kyai Bisri tidak memuaskan baginya, karena anaknya yang kedelapan tidak bisa ikut menikmati pahala Qurban. Kemudian oleh Kyai Wahab dicarikan solusi yang logis bagi Si Fulan tadi. “Untuk anakmu yang kecil tadi belikan seekor kambing untuk dijadikan lompatan ke punggung sapi”, seru kyai Wahab.

Dari sekelumit cerita di atas tadi, kita mengetahui dengan jelas bahwa seni berdakwah di masyarakat itu memerlukan cakrawala pemikiran yang luas dan luwes. Kyai Wahab menggunakan kaidah Ushuliyyah “Maa laa yudraku kulluh, laa yutraku julluh”, Apa yang tidak bisa diharapkan semuanya janganlah ditinggal sama sekali. Di sinilah peranan Ushul Fiqih terasa sangat dominan dari Fiqih sendiri.
Kini, di tengah nuansa keberagamaan masyarakat yang terjebak pada dogmatisme, kita merindukan hadirnya kembali sosok Kyai Wahab Hasbullah dengan Tashwirul Afkar-nya yang telah mencerahkan dan mencerdaskan umat dengan prinsip kebebasan berpikirnya.

Seorang Inspirator GP Ansor

Dari catatan sejarah berdirinya GP Ansor dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama (NU). Berawal dari perbedaan antara tokoh tradisional dan tokoh modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul Wathan, organisasi keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan Islam, pembinaan mubaligh dan pembinaan kader. KH. Abdul Wahab Hasbullah, tokoh tradisional dan KH. Mas Mansyur yang berhaluan modernis, akhirnya menempuh arus gerakan yang berbeda justru saat tengah tumbuhnya semangat untuk mendirikan organisasi kepemudaan Islam. Dua tahun setelah perpecahan itu, pada 1924 para pemuda yang mendukung KH. Abdul Wahab Hasbullah –yang kemudian menjadi pendiri NU– membentuk wadah dengan nama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air).

Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Gerakan Pemuda Ansor setelah sebelumnya mengalami perubahan nama seperti Persatuan Pemuda NU (PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO).

Nama Ansor ini merupakan saran KH. Abdul Wahab Hasbullah —ulama besar sekaligus guru besar kaum muda saat itu, yang diambil dari nama kehormatan yang diberikan Nabi Muhammad SAW kepada penduduk Madinah yang telah berjasa dalam perjuangan membela dan menegakkan agama Allah. Dengan demikian ANO dimaksudkan dapat mengambil hikmah serta tauladan terhadap sikap, perilaku dan semangat perjuangan para sahabat Nabi yang mendapat predikat Ansor tersebut. Gerakan ANO harus senantiasa mengacu pada nilai-nilai dasar sahabat Ansor, yakni sebagi penolong, pejuang dan bahkan pelopor dalam menyiarkan, menegakkan dan membentengi ajaran Islam.

Meski ANO dinyatakan sebagai bagian dari NU, secara formal organisatoris belum tercantum dalam struktur organisasi NU. Baru pada Muktamar NU ke-9 di Banyuwangi, tepatnya pada tanggal 10 Muharram 1353 H atau 24 April 1934, ANO diterima dan disahkan sebagai bagian (departemen) pemuda NU. Dimasukkannya ANO sebagai salah satu departemen dalam struktur kelembagaan NU berkat perjuangan kiai-kiai muda seperti KH. Machfudz Siddiq, KH. A. Wahid Hasyim, KH. Dachlan Kertosono, Thohir Bakri dan Abdullah Ubaid serta dukungan dari ulama senior KH. Abdul Wahab Hasbullah.

Sementara itu, peran KH. Mohammad Chusaini Tiway terlihat pada masa pendudukan Jepang, dimana pada saat itu organisasi-organisasi pemuda diberangus oleh pemerintah kolonial Jepang termasuk ANO. Setelah revolusi fisik (1945 – 1949) usai, tokoh ANO Surabaya, Moh. Chusaini Tiway, mengemukakan ide untuk mengaktifkan kembali ANO. Ide ini mendapat sambutan positif dari KH. A. Wahid Hasyim – Menteri Agama RIS kala itu, maka pada 14 Desember 1949 lahir kesepakatan membangun kembali ANO dengan nama baru, yakni Gerakan Pemuda Ansor, disingkat Pemuda Ansor (kini lebih pupuler disingkat GP Ansor).

Kyai Wahab memang tokoh NU yang inspiring bagi siapa saja yang mengenalnya. Ketokohannya sangat fenomenal dan membangkitkan semangat terutama bagi kalangan kaum muda. Kita sebagai mahasiswa dalam konteks agen perubahan sosial (agent social of change) dan generasi muda hanya bisa berharap muncul Kyai Wahab-Kyai Wahab lainnya atau justru menggantikan peran Mbah Kyai Wahab yang mampu mengawal kemajuan bangsa Indonesia untuk kepentingan Islam dan kaum muslimin. Semoga amal ibadah dan perjuangan beliau diterima disisi-Nya. Amien yaa rabb.

http://www.pmii-ciputat.or.id/biografi-tokoh/123-kh-abdul-wahab-hasbullah-laskar-perang-berfikir-moderat.html

Biografi Kiai Hasyim Asy’ari

17 Januari 2009

kiai Hasyim Asy'ari

kiai Hasyim Asy'ari

Pendiri pesantren Tebuireng dan perintis Nahdlatul Ulama (NU), salah satu organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia, ini dikenal sebagai tokoh pendidikan pembaharu pesantren. Selain mengajarkan agama dalam pesantren, ia juga mengajar para santri membaca buku-buku pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato.

Karya dan jasa Kiai Hasyim Asy’ari yang lahir di Pondok Nggedang, Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875 tidak lepas dari nenek moyangnya yang secara turun-temurun memimpin pesantren. Ayahnya bernama Kiai Asyari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah. Dari garis ibu, Kiai Hasyim Asy’ari merupakan keturunan Raja Brawijaya VI, yang juga dikenal dengan Lembu Peteng, ayah Jaka Tingkir yang menjadi Raja Pajang (keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir).

Kakeknya, Kiai Ustman terkenal sebagai pemimpin Pesantren Gedang, yang santrinya berasal dari seluruh Jawa, pada akhir abad 19. Dan ayah kakeknya, Kiai Sihah, adalah pendiri Pesantren Tambakberas di Jombang.
Semenjak kecil hingga berusia empat belas tahun, putra ketiga dari 11 bersaudara ini mendapat pendidikan langsung dari ayah dan kakeknya, Kyai Utsman. Hasratnya yang besar untuk menuntut ilmu mendorongnya belajar lebih giat dan rajin.

Hasilnya, ia diberi kesempatan oleh ayahnya untuk membantu mengajar di pesantren karena kepandaian yang dimilikinya.Tak puas dengan ilmu yang diterimanya, semenjak usia 15 tahun, ia berkelana dari satu pesantren ke pesantren lain. Mulai menjadi santri di Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren Trenggilis (Semarang), dan esantren Siwalan, Panji (Sidoarjo). Di pesantren Siwalan ia belajar pada Kyai Jakub yang kemudian mengambilnya sebagai menantu.Pada tahun 1892, Kiai Hasyim Asy’ari menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu di Mekah. Di sana ia berguru pada Syeh Ahmad Khatib dan Syekh Mahfudh at-Tarmisi, gurunya di bidang hadis.

Dalam perjalanan pulang ke tanah air, ia singgah di Johor, Malaysia dan mengajar di sana. Pulang ke Indonesia tahun 1899, Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan pesantren di Tebuireng yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada abad 20. Sejak tahun 1900, Kiai Hasyim Asy’ari memosisikan Pesantren Tebuireng, menjadi pusat pembaruan bagi pengajaran Islam tradisional.

Dalam pesantren itu bukan hanya ilmu agama yang diajarkan, tetapi juga pengetahuan umum. Para santri belajar membaca huruf latin, menulis dan membaca buku-buku yang berisi pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato.Cara yang dilakukannya itu mendapat reaksi masyarakat sebab dianggap bidat. Ia dikecam, tetapi tidak mundur dari pendiriannya. Baginya, mengajarkan agama berarti memperbaiki manusia. Mendidik para santri dan menyiapkan mereka untuk terjun ke masyarakat, adalah salah satu tujuan utama perjuangan Kiai Hasyim Asy’ari.
Meski mendapat kecaman, pesantren Tebuireng menjadi masyur ketika para santri angkatan pertamanya berhasil mengembangkan pesantren di berbagai daerah dan juga menjadi besar.

Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisional, Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti kebangkitan ulama. Organisasi ini pun berkembang dan banyak anggotanya. Pengaruh Kiai Hasyim Asy’ari pun semakin besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya. Itu dibuktikan dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Bahkan, para ulama di berbagai daerah sangat menyegani kewibawaan Kiai Hasyim. Kini, NU pun berkembang makin pesat. Organisasi ini telah menjadi penyalur bagi pengembangan Islam ke desa-desa maupun perkotaan di Jawa.
Meski sudah menjadi tokoh penting dalam NU, ia tetap bersikap toleran terhadap aliran lain. Yang paling dibencinya ialah perpecahan di kalangan umat Islam. Pemerintah Belanda bersedia mengangkatnya menjadi pegawai negeri dengan gaji yang cukup besar asalkan mau bekerja sama, tetapi ditolaknya.

Dengan alasan yang tidak diketahui, pada masa awal pendudukan Jepang, Hasyim Asy’ari ditangkap. Berkat bantuan anaknya, K.H. Wahid Hasyim, beberapa bulan kemudian ia dibebaskan dan sesudah itu diangkat menjadi Kepala Urusan Agama. Jabatan itu diterimanya karena terpaksa, tetapi ia tetap mengasuh pesantrennya di Tebuireng.

Sesudah Indonesia merdeka, melalui pidato-pidatonya Kiai Hasyim Asy’ari membakar semangat para pemuda supaya mereka berani berkorban untuk mempertahankan kemerdekaan. Ia meninggal dunia pada tanggal 25 Juli 1947 karena pendarahan otak dan dimakamkan di Tebuireng.

Ke-NU-an

NAHDLATUL ULAMA

Sejarah

Keterbelakangan, baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan Kebangkitan Nasional. Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana--setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain, sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisai pendidikan dan pembebasan.

Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon Kebangkitan Nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatut Wathan (Kebangkitan Tanah Air) 1916. Kemudian tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri (Kebangkitan Pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (Pergerakan Kaum Sudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagi kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.

Ketika Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab wahabi di Mekah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun pra-Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena dianggap bi'dah. Gagasan kaum wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dari kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah di bawah pimpinan Ahmad Dahlan, maupun PSII di bahwah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermadzhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut.

Sikapnya yang berbeda, kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta 1925, akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekah yang akan mengesahkan keputusan tersebut.

Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebsan bermadzhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamai dengan Komite Hejaz, yang diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah.

Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya hingga saat ini di Mekah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan madzhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta peradaban yang sangat berharga.

Berangkat dari komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy'ari sebagi Rais Akbar.

Untuk menegaskan prisip dasar orgasnisai ini, maka KH. Hasyim Asy'ari merumuskan Kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU , yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.

Paham Keagamaan

Nahdlatul Ulama (NU) menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya Al-Qur'an, Sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu, seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti empat madzhab; Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.

Gagasan kembali ke khittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil membangkitkan kembali gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.

Sikap Kemasyarakatan

Nahdlatul Ulama (NU) menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya Al-Qur'an, Sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu, seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti empat Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.

Gagasan kembali ke Khittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil membangkitkan kembali gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.

Basis Pendukung

Jumlah warga Nahdlatul Ulama (NU) atau basis pendukungnya diperkirakan mencapai lebih dari 40 juta orang, dari beragam profesi. Sebagian besar dari mereka adalah rakyat jelata, baik di kota maupun di desa. Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi karena secara sosial-ekonomi memiliki masalah yang sama, selain itu mereka juga sangat menjiwai ajaran Ahlusunnah Wal Jamaah. Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.

Basis pendukung NU ini mengalami pergeseran, sejalan dengan pembangunan dan perkembangan industrialisasi. Warga NU di desa banyak yang bermigrasi ke kota memasuki sektor industri. Jika selama ini basis NU lebih kuat di sektor pertanian di pedesaan, maka saat ini, pada sektor perburuhan di perkotaan, juga cukup dominan. Demikian juga dengan terbukanya sistem pendidikan, basis intelektual dalam NU juga semakin meluas, sejalan dengan cepatnya mobilitas sosial yang terjadi selama ini.

Dinamika

Prinsip-prinsip dasar yang dicanangkan Nahdlatul Ulama (NU) telah diterjemahkan dalam perilaku kongkrit. NU banyak mengambil kepeloporan dalam sejarah bangsa Indonesia. Hal itu menunjukkan bahwa organisasi ini hidup secara dinamis dan responsif terhadap perkembangan zaman. Prestasi NU antara lain:

  1. Menghidupkan kembali gerakan pribumisasi Islam, sebagaimana diwariskan oleh para walisongo dan pendahulunya.
  2. Mempelopori perjuangan kebebasan bermadzhab di Mekah, sehingga umat Islam sedunia bisa menjalankan ibadah sesuai dengan madzhab masing-masing.
  3. Mempelopori berdirinya Majlis Islami A'la Indonesia (MIAI) tahun 1937, yang kemudian ikut memperjuangkan tuntutan Indonesia berparlemen.
  4. Memobilisasi perlawanan fisik terhadap kekuatan imperialis melalui Resolusi Jihad yang dikeluarkan pada tanggal 22 Oktober 1945.
  5. Berubah menjadi partai politik, yang pada Pemilu 1955 berhasil menempati urutan ketiga dalam peroleh suara secara nasional.
  6. Memprakarsai penyelenggaraan Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) 1965 yang diikuti oleh perwakilan dari 37 negara.
  7. Memperlopori gerakan Islam kultural dan penguatan civil society di Indonesia sepanjang decade 90-an.

Tujuan Organisasi

Tujuan Organisasi

Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah Wal Jama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Usaha Organisasi

  1. Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
  2. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.
  3. Di bidang sosial-budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai ke-Islaman dan kemanusiaan.
  4. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.
  5. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Struktur

  1. Pengurus Besar (tingkat Pusat)
  2. Pengurus Wilayah (tingkat Propinsi)
  3. Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota)
  4. Majelis Wakil Cabang (tingkat Kecamatan)
  5. Pengurus Ranting (tingkat Desa/Kelurahan)

Untuk tingkat Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang, setiap kepengurusan terdiri dari:

  1. Mustasyar (Penasehat)
  2. Syuriah (Pimpinan Tertinggi)
  3. Tanfidziyah (Pelaksana Harian)

Untuk tingkat Ranting, setiap kepengurusan terdiri dari:

  1. Syuriaah (Pimpinan tertinggi)
  2. Tanfidziyah (Pelaksana harian)

Hingga akhir tahun 2000, jaringan organisasi Nahdlatul Ulama (NU) meliputi:

  • 31 Pengurus Wilayah
  • 339 Pengurus Cabang
  • 12 Pengurus Cabang Istimewa
  • 2.630 Majelis Wakil Cabang
  • 37.125 Pengurus Ranting

Lembaga

Merupakan pelaksana kebijakan NU yang berkaitan dengan suatu bidang tertentu. Lembaga ini meliputi:

1.

Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)

Program pokok:

  • Pengembangan organisasi dan SDM di bidang dakwah Islamiyah.
  • Pengembangan kerukunan antar umat beragama
  • Penyebarluasan ajaran Islam yang selaras dengan semangat ahlussunah waljama'ah
  • Penggalangan kegiatan social kemasyarakatan.

Jaringan Organisasi:

  • 28 Wilayah
  • 328 Cabang



2.

Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (LP Ma'arif NU)

Program Pokok:

  • Pengkajian kependidikan
  • Peningkatan kualitas tenaga pendidik
  • Pengembangan pendidikan berbasis masyarakat
  • Pengembangan kurikulum pendidikan yang dapat memadukan ketinggian ilmu pengetahuan dan keluhuran budi pekerti
  • Pengembangan jaringan kerja yang terkait dengan dunia pendidikan

Jaringan Organisasi:

  • 20 Wilayah
  • 117 Cabang

Jaringan Usaha:

  • 3.885 TK/TPQ
  • 197 SD dan 3.861 MI
  • 378 SLTP dan 733 MTs
  • 211 SLTA dan 212 MA
  • 44 Universitas dan 23 Akademi/Sekolah Tinggi



3.

Lembaga Pelayanan Kesehatan Nahdlatul Ulama ( LPKNU )

Program Pokok:

  • Pengkajian masalah kesehatan
  • Pendidikan dan pembinaan pelayanan kesehatan
  • Penggalangan dana bagi para korban bencana alam dan kesehatan
  • Pengembangan lembaga penanggulangan krisis kesehatan.

Jaringan Organisasi:

  • 27 Wilayah
  • 100 lebih Cabang



4.

Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU)

Program pokok:

  • Pengkajian ekonomi
  • Pemetaan potensi ekonomi warga NU
  • Pemberdayaan ekonomi masyarakat
  • Pelatihan

Jaringan organisasi:

  • 24 Wilayah
  • 207 Cabang



5.

Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LP2NU)

Program pokok:

  • Pengkajian masalah pertanian
  • Pengembangan sumber daya hayati
  • Pembinaan dan advokasi pertanian
  • Pemberdayaan ekonomi petani

Jaringan organisasi:

  • 19 Wilayah
  • 140 Cabang



6.

Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI)

Program pokok:

  • Pengkajian kepesantrenan
  • Pengembangan kualitas pendidikan pesantren
  • Pengembangan peran social pesantren
  • Pemberdayaan ekonomi pesantren

Jaringan organisasi:

  • 27 Wilayah
  • 323 Cabang

Jaringan usaha:

  • 6.830 Pesantren



7.

Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU)

Program pokok:

  • Pengkajian sosial keagamaan
  • Pengembangan wawasan keluarga sejahtera
  • Pelayanan kesehatan masyarakat
  • Advokasi kependudukan dan lingkungan hidup

Jaringan organisasi:

  • 22 Wilayah
  • 50 lebih Cabang



8.

Lembaga Takmir Masjid Indonesia ( LTMI )

Program pokok:

  • Pengembangan kualitas manajemen rumah ibadah
  • Pengembangan aktifitas keagamaan masjid
  • Peningkatan fungsi social masjid

Jaringan organisasi:

  • 16 Wilayah (tingkat propinsi)



9.

Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (LAKPESDAM)

Program pokok:

  • Pengkajian sosial, ekonomi, budaya, dan keagamaan
  • Pengembangan kreatifitas dan produktifitas masyarakat
  • Pendidikan dan pembinaan perencanaan strategis
  • Pengembangan program pembangunan sektoral

Jaringan organisasi:

  • 16 Wilayah
  • 60 lebih Cabang

10.

Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (SARBUMUSI)

Program pokok:

Pengembangan keorganisasian
Pengkajian masalah perburuhan
Pendidikan perburuhan
Advokasi dan perlindungan buruh
Peningkatan kesejahteraan buruh dan keluarganya

Jaringan organisasi:

14 Wilayah
342 Cabang
135 Basis GBLP (Gerakan Buruh Lapangan Pekerjaan)

11.

Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH)

Program pokok:

  • Pengkajian hukum dan perundang-undangan
  • Pendidikan kepengacaraan
  • Advokasi dan penyuluhan hukum
  • Kampanye penegakan hukum dan HAM

Jaringan organisasi:

  • 1 Wilayah
  • 7 Cabang



12.

Lajnah Bahtsul Masail (LBM-NU)

Program pokok:

  • Pengkajian masalah-masalah actual kemasyarakatan
  • Perumusan dan penyebarluasan fatwa hukum (Islam)
  • Pengembangan standarisasi kitab-kitab fikih

Jaringan organisasi:

  • 31 Wilayah
  • 339 Cabang

Selain 12 Lembaga, 4 Lajnah, dan 9 Badan Otonom, khusus di tingkat pusat, NU juga memiliki Centre for Strategic Policy Studies (CSPS) yang bertugas mengkaji masalah-masalah yang terkait dengan kebijakan strategis pemerintah.

Lajnah

Merupakan pelaksana program Nahdlatul Ulama (NU) yang memerlukan penanganan khusus. Lajnah ini meliputi:

1.

Lajnah Falakiyah (LF-NU)

Program pokok:

  • Kajian keagamaan yang menyangkut masalah falakiyah
  • Pendidikan dan pelayanan informasi falakiyah
  • Penerbitan almanak NU

Jaringan organisasi:

  • 5 Wilayah



2.

Lajnah Ta'lif wan Nasyr (LTN-NU)

Program pokok:

  • Pengkajian ke-NU-an dan kemasyarakatan
  • Penulisan dan penerbitan buku-buku ke-NU-an
  • Penerbitan media massa

Jaringan organisasi:

  • 16 Wilayah



3.

Lajnah Auqaf (LA-NU)

Program pokok:

  • Pengkajian perwakafan
  • Pengembangan kualitas pengelolaan harta wakaf warga NU

Jaringan organisasi:

  • 27 Wilayah
  • 100 lebih Cabang



4.

Lajnah Zakat, Infaq, dan Shadaqah (Lazis NU)

Program pokok:

  • Pengkajian masalah zakat, infaq, dan shadaqah
  • Pengembangan efektivitas pola pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah

Jaringan organisasi:

  • 27 Wilayah
  • 100 lebih Cabang

Badan Otonom

Merupakan pelaksana kebijakan NU yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu. Badan Otonom ini meliputi:

1. Jam'iyyah Ahli Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyah
Program pokok:

Pengkajian ketarekatan dan keagamaan
Pengembangan ajaran tarekat mu'tabarah di lingkungan NU
Pembinaan praktek tarekat bagi warga NU
Jaringan organisasi:

15 Wilayah
200 Cabang

2. Muslimat NU
Program pokok:

Pengkaderan dan pengembangan keorganisasian
Pengkajian keperempuanan dan kemasyarakatan
Pengembangan SDM kaum perempuan
Pengembangan pendidikan kejuruan
Pengembangan usaha social dan advokasi perempuan
Jaringan organisasi:

31 Wilayah
339 Cabang
2.650 Anak Cabang (setingkat MWC)
Jaringan usaha:

49 Rumah Sakit, Poliklinik dan Rumah Bersalin
8.522 TK dan TPQ
247 Koperasi (koperasi An Nisa)
Puluhan panti yatim piatu, panti balita, asrama putri, dan Balai Latihan Kerja yang tersebar di pelbagai daerah


3. Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor)
Program pokok:

Pengkaderan dan pengembangan keorganisasian
Pengembangan wawasan kebangsaan
Pengembangan SDM di bidang ekonomi, politik, IPTEK, social budaya, dan hukum
Pengembangan jaringan kerja nasional dan internasional
Jaringan organisasi:

30 Wilayah
337 Cabang
Jaringan usaha:

INKOWINA (Induk Koperasi Wira Usaha Nasional)


4. Fatayat NU
Program pokok:

Pengkaderan dan pengembangan keorganisasian
Kajian kepemudaan dan keperempuanan
Pendidikan dan penyuluhan kesehatan masyarakat
Penanggulangan krisis social, terutama menyangkut perbaikan kualitas generasi muda
Jaringan organisasi:

27 Wilayah
334 Cabang


5. Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU)
Program pokok:

Pengkaderan dan pengembangan keorganisasian
Pengkajian social kemasyarakatan
Pengembangan kreatifitas pelajar
Penggalangan dana beasiswa bagi pelajar kurang mampu
Pendidikan dan pembinaan remaja penyandang masalah social
Jaringan organisasi:

27 Wilayah
265 Cabang
Jaringan Usaha:

KOPUTRA (Koperasi Putra Nusantara)


6. Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU)
Program pokok:

Pengkaderan dan pengembangan keorganisasian
Pengkajian social keagamaan serta masalah remaja dan kepelajaran
Pendidikan dan pelayanan kesehatan remaja
Pengembangan pendidikan bagi pelajar putus sekolah
Jaringan organisasi:

26 Wilayah
316 Cabang


7. Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU)
Pemetaan dan pengembangan potensi kader terdidik NU
Optimalisasi peran dan mobilitas social warga NU
Pengkajian masalah-masalah keindonesiaan
Pengembangan jaringan kerja nasional dan internasional
Jaringan organisasi:

5 Wilayah
17 Cabang


8. Ikatan Pencak Silat Pagar Nusa (IPS Pagar Nusa)
Program pokok:

Pendidikan bela diri pencak silat.
Pembinaan dan pengembangan tenaga keamanan di lingkungan NU.
Pengembangan kerja social kemanusiaan
Jaringan organisasi:

15 Wilayah
110 Cabang


9. Jami'iyyatul Qurro wal Huffadz (JQH)
Program pokok:

Pengkajian dan pengembangan seni baca Al-Qur'an.
Pendidikan dan pembinaan qira'atul Qur'an.
Pengembangan SDM di bidang tahfidzul Qur'an.
Penyelenggaraan MTQ.
Jaringan organisasi:

27 Wilayah
339 Cabang


*Selain 10 Badan Otonom, 5 Lajnah, dan 10 Lembaga, khusus di tingkat Pusat NU juga memiliki Centre for Strategic Policy Studies (CSPS) yang bertugas mengkaji masalah-masalah yang terkait dengan kebijakan strategis pemerintah.

Lampiran:

Riwayat Perjuangan Jam'iyyah Nahdlatul Ulama'

Setelah kaum Wahabi melalui pemberontakan yang mereka lakukan pada tahun 1925 berhasil menguasai seluruh daerah Hejaz, maka mereka mengubah nama negeri Hejaz dengan nama Saudi Arabia. Dengan dukungan sepenuhnya dari raja mereka yang pertama, Ibnu Sa'ud, mereka mengadakan perombakan-perombakan secara radikal terhadap tata cara kehidupan masyarakat. Tata kehidupan keagamaan, mereka sesuaikan dengan tata cara yang dianut oleh golongan Wahabi, yang antara lain adalah ingin melenyapkan semua batu nisan kuburan dan meratakannya dengan tanah.

Keadaan tersebut sangat memprihatinkan bangsa Indonesia yang banyak bermukim di negeri Hejaz, yang menganut paham Ahlus Sunnah Wal Jama'ah,dengan memilih salah satu dari empat madzhab. Mereka sangat terkekang dan tidak mempunyai kebebasan lagi dalam menjalankan ibadah sesuai dengan paham yang mereka anut. Hal ini dianggap oleh bangsa Indonesia sebagai suatu persoalan yang besar.

Persoalan tersebut oleh bangsa Indonesia tidak dianggap sebagai persoalan nasional bangsa Arab saja, melainkan dianggap sebagai persoalan internasional, karena menyangkut kepentingan ummat Islam di seluruh dunia. Oleh karena itu, para tokoh ulama di Jawa Timur menganggap penting untuk membahas persoalan tersebut. Dipelopori oleh alm. KH. Abdul Wahab Hasbullah dan almarhum hadlratus syaikh KH. Hasyim Asy'ari, diadakanlah pertemuan di langgar H. Musa Kertopaten Surabaya. Pada pertemuan tersebut dilahirkan satu organisasi yang diberi nama Comite Hejaz, yang anggotanya terdiri dari para tokoh tua dan para tokoh muda.

Semula Comite Hejaz bermaksud akan mengirimkan utusan ke tanah Hejaz untuk menghadap raja Ibnu Sa'ud. Akan tetapi oleh karena satu dan lain hal pengiriman utusan ditangguhkan, dan sebagai gantinya hanya mengirimkan telegram kepada raja Ibnu Sa'ud.

Pada tanggal 31 Januari 1926 M. atau 16 Rajab 1345 H, hari Kamis, di lawang Agung Ampel Surabaya, diadakan pertemuan yang disponsori oleh Comite Hejaz sebagai realisasi dari gagasan yang timbul pada pertemuan sebelumnya. Pada pertemuan ini, lahirlah organisasi baru yang diberi nama "JAM'IYYAH NAHDLATUL ULAMA" dengan susunan pengurus HB (Hoof Bestuur) sebagai berikut:

Ra'is Akbar

:

Hadlratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari

Wakil Ra'is

:

KH. Said bin Shalih

Katib Awwal

:

KH. Abdul Wahab Hasbullah

Katib Tsani

:

Mas H. Alwi Abdul Aziz

A'wan

:

1. KH. Abdul Halim (Leuwimunding)
2. KH. Ridlwan Surabaya (pencipta lambang NU)
3. KH. Bisri Sansuri, Denanyar, Jombang.
4. KH. Said.
5. KH. Abdullah Ubaid, Surabaya.
6. KH. Nahrawi Thahir, Malang.
7. KH. Amin, Surabaya.
8. KH. Kholil Masyhuri, Soditan, Lasem, Jateng

Musytasyar

:

1. KH. Asnawi, Kudus
2. KH. Ridlwan, Semarang.
3. KH. Nawawi, Sidogiri, Pasuruan.
4. KH. Doro Muntoho, Bangkalan.
5. KH. Ahmad Ghonaim Al Misri.
6. KH. Hambali, Kudus.


Presiden

:

H. Hasan Gipo

Penulis

:

H. Sadik alias Sugeng Yudodiwiryo

Bendahara

:

H. Burhan

Komisaris

:

H. Saleh Syamil
H. Ihsan
H. Nawawi
H. Dahlan Abd. Qohar
Mas Mangun

Kehadiran Jam'iyyah Nahdlatul Ulama' dimaksudkan sebagai suatu organisasi yang dapat mempertahankan ajaran Ahlus Sunnah Wal Jama'ah dari segala macam intervensi (serangan) golongan-golongan Islam di luar Ahlus Sunnah Wal Jama'ah di Indonesia pada khususnya dan di seluruh dunia pada umumnya; dan bukan hanya sekedar untuk menghadapi golongan Wahabi saja sebagaimana Comite Hejaz. Disamping itu juga dimaksudkan sebaga organisasi yang mampu memberikan reaksi terhadap tekanan-tekanan yang diberikan oleh Pemerintah Penjajah Belanda kepada ummat Islam di Indonesia.

1926-1929

Setelah Jam'iyyah Nahdlatul Ulama' lahir pada tanggal 31 Januari 1926 M, maka Comite Hejaz dibubarkan. Sedangkan semua tugas Comite Hejaz yang belum dilaksanakan, dilimpahkan seluruhnya kepada Jam'iyyah NU. Alhamdulillah, meskipun Jam'iyyah NU baru saja lahir, ternyata telah mampu melaksanakan tugas-tugas yang berat; baik tugas yang dilimpahkan oleh Comite Hejaz, maupun tugas yang diharapkan oleh ummat Islam kepadanya. Tugas-tugas tersebut antara lain:

  1. Pada bulan Februari 1926 M. setelah berhasil menyelenggarakan kongres Al Islam di Bandung yang dihadiri oleh tokoh-tokoh organisasi Islam selain NU, seperti: PSII, Muhammadiyah dan lain-lainnya. Diantara keputusan kongres tersebut adalah mengirimkan dua orang utusan, yaitu: H.Umar Said Tjokroaminoto dari PSII dan KH. Mas Mansur dari Muhammadiyah, ke Muktamar Alam Islam yang diselenggarakan oleh raja Ibnu Saud (raja Saudi Arabia) di Makkah. Disamping itu, Jam'iyyah NU juga mengirimkan utusan yang khusus membawa amanat NU, yaitu: KH. Abdul Wahab Hasbullah dan KH. Ahmad Ghonaim Al Misri. Alhamdulillah kedua utusan ini berhasil dengan baik.

Kedua beliau ini pulang dengan membawa surat dari raja Sa'ud ke Indonesia tertanggal 28 Dzul Hijjah 1347 H./ 13 Juni 1928 M., nomor: 2082, yang isinya antara lain menyatakan bahwa raja Ibnu Sa'ud menjanjikan akan membuat satu ketetapan yang menjamin setiap ummat Islam untuk menjalankan Agama Islam menurut paham yang dianutnya.

  1. Sesuai dengan yang diharapkan oleh bangsa Indonesia, maka sejak lahir, Jam'iyyah NU telah berani memberikan reaksi secara aktif terhadap rencana pemerintah Penjajah Belanda mengenai:
    1. Ordonansi Perkawinan atau Undang-Undang Perkawinan, yang isinya mengkombinasikan hukum-hukum Islam dengan hukum-hukum yang dibawa Belanda dari Eropa.
    2. Pelimpahan pembagian waris ke Pengadilan Negeri (Nationale Raad) dengan menggunakan ketentuan hukum di luar Islam.
    3. Persoalan pajak rodi, yaitu pajak yang dikenakan kepada warga negara Indonesia yang bermukim di luar negeri.
    4. Dan lain-lainnya.

Walhasil, meskipun NU tidak pernah menyatakan sebagai Partai Politik, namun yang ditangani adalah soal-soal politik.

1929-1942

Pada tanggal 5 September 1929 Jam'iyyah NU mengajukan Anggaran Dasar (Statuten) dan Anggaran Rumah Tangga (Huishoudelijk Reglemen) yang telah disusun kepada Pemerintah Hindia Belanda. Dan pada tanggal 6 Februari 1930 mendapat pengesahan dari Pemerintah Hindia Belanda sebagai organisasi resmi dengan nama: "PERKUMPULAN NAHDLATUL ULAMA" untuk jangka waktu 29 tahun terhitung sejak berdiri, yaitu: 31 Januari 1926.

Hoofbestuur (Pengurus Besar) Nahdlatul Ulama' juga berusaha membuat lambang NU dengan jalan meminta kepada para Kyai untuk melakukan istikharah. Dan ternyata Almarhum KH. Ridlwan Abdullah, Bubutan Surabaya berhasil. Dalam mimpi, beliau melihat gambar lambang itu secara lengkap seperti lambang yang sekarang; tanpa mengetahui makna simbol-simbol yang terdapat dalam lambang tersebut satu-persatu.

Setelah berdiri secara resmi, Nahdlatul Ulama' mendapat sambutan dari seluruh masyarakat Indonesia yang sebagian besar berhaluan salah satu dari madzhab empat. Sehingga dalam waktu yang relatif singkat, 4 sampai 5 bulan, sudah terbentuk 35 cabang. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yang antara lain:

  1. Jam'iyyah Nahdlatul Ulama' dipimpin oleh para ulama' yang menjadi guru dari para kyai yang tersebar di seluruh Nusantara, khususnya Hadlratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari.
  2. Kesadaran ummat Islam Indonesia akan keperluan organisasi Islam sebagai tempat menyalurkan aspirasi dan sebagai kekuatan sosial yang tangguh dalam menghadapi tantangan dari luar.

Sebagai organisasi sosial yang harus menangani semua kepentingan masyarakat, Nahdlatul Ulama' memandang sangat perlu untuk membentuk kader-kader yang terdiri dari generasi muda yang sanggup melaksanakan keputusan-keputusan yang telah diambil oleh NU. Untuk itu, pada tanggal 12 Februari 1938, atas prakarsa KH. Abdul Wahid Hasyim selaku konsul Jawa Timur, diselenggarakan konferensi Daerah Jawa Timur yang menelorkan keputusan untuk menyelenggarakan pendidikan formal, yaitu mendirikan madrasah-madrasah, disamping sistem pendidikan pondok pesantren. Madrasah-madrasah yang didirikan itu terdiri dari dua macam, yaitu:

  • Madrasah Umum, yang terdiri dari:
    • Madrasah Awwaliyah, dengan masa belajar 2 tahun.
    • Madrasah Ibtidaiyyah, dengan masa belajar 3 tahun.
    • Madrasah Tsanawiyyah, dengan masa belajar 3 tahun.
    • Madrasah Mu'allimin Wustha, dengan masa belajar 2 tahun.
    • Madrasah Mu'allimin 'Ulya, dengan masa belajar 3 tahun.
  • Madrasah Kejuruan (Ikhtishashiyyah), yang terdiri dari:
    • Madrasah Qudlat (Hukum).
    • Madrasah Tijarah (Dagang).
    • Madrasah Nijarah (Pertukangan).
    • Madrasah Zira'ah (Pertanian).
    • Madrasah Fuqara' (untuk orang-orang fakir).
    • Madrasah Khusus.

Kelahiran Al Majlis Al Islamiy Al A'la (MIAI)

Pada masa penjajahan Belanda, ummat Islam Indonesia selalu mendapat tekanan-tekanan dari pemerintah penjajah Belanda, disamping penghinaan-penghinaan yang dilakukan oleh golongan di luar Islam kepada agama Islam, Al Qur'an dan Nabi Besar Muhammad saw.. Untuk menghadapi hal tersebut, maka Nahdlatul Ulama' memandang perlu untuk mempersatukan seluruh potensi ummat Islam di Indonesia.

Pada tahun 1937 Nahdlatul Ulama' telah memelopori persatuan ummat Islam di seluruh Indonesia dengan membidani kelahiran dari Al Majlis al Islamiy al A'la Indonesia (MIAI), dengan susunan dewan sebagai berikut:

Ketua Dewan

:

KH. Abdul Wahid Hasyim, dari NU

Wakil Ketua Dewan

:

W. Wondoamiseno, dari PSII

Sekretaris (ketua)

:

H. Fakih Usman, dari Muhammadiyah

Penulis

:

S.A. Bahresy, dari PAI

Bendahara

:

1. S. Umar Hubeis, dari Al Irsyad
2. K.H. Mas Mansur, dari Muhammadiyah
3. Dr. Sukiman, dari PII

Adapun tujuan perjuangan yang akan dicapai oleh MIAI antara lain sebagai berikut:

  • Menggabungkan segala perhimpunan ummat Islam Indonesia untuk bekerja bersama-sama.
  • Berusaha mengadakan perdamaian apabila timbul pertikaian di antara golongan ummat Islam Indonesia, baik yang telah tergabung dalam MIAI maupun belum.
  • Merapatkan hubungan antara ummat Islam Indonesia dengan ummat Islam di luar negeri.
  • Berdaya upaya untuk keselamatan agama Islam dan ummatnya.
  • Membangun Konggres Muslimin Indonesia (KMI) sesuai dengan pasal 1 Anggaran Dasar MIAI.

1942-1952

Kelahiran Majlis Syura Muslimin Indonesia (MASYUMI)

Pada masa penjajahan Jepang, MIAI masih diberi hak hidup oleh Pemerintah Penjajah Jepang. Malah suara MIAI tetap diijinkan untuk terbit selama isinya mengenai hal-hal berikut:

  • Menyadarkan rakyat atas keimanan yang sebenar-benarnya dan berusaha dengan sekuat tenaga bagi kemakmuran bersama.
  • Penerangan-penerangan dan tafsir Al Qur'an.
  • Khutbah-khutbah dan pidato-pidato keagamaan yang penting dari para ulama' atau kyai yang terkenal.
  • Memberi keterangan kepada rakyat, bagaimana daya upaya Dai Nippon yang sesungguhnya untuk membangunkan Asia Timur Raya.
  • Memperkenalkan kebudayaan Dai Nippon dengan jalan berangsur-angsur.

Akan tetapi setelah Letnan Jendral Okazaki selaku Gunseikan pada tanggal 7 Desember 1942 berpidato di hadapan para ulama' dari seluruh Indonesia yang dipanggil ke istana Gambir Jakarta, yang isinya antara lain: Akan memberikan kedudukan yang baik kepada pemuda-pemuda yang telah dididik secara agama, tanpa membeda-bedakan dengan golongan lain asal saja memiliki kecakapan yang cukup dengan jabatan yang akan dipegangnya, maka sekali lagi Nahdlatul Ulama' tampil ke depan untuk memelopori kalahiran dari Majlis Syura Muslimin Indonesia (MASYUMI) sebagai organisasi yang dianggap mampu membereskan segala macam persoalan kemasyarakatan; baik yang bersifat sosial maupun yang bersifat politik, agar keinginan untuk menuju Indonesia Merdeka, bebas dari segala macam penjajahan segera dapat dilaksanakan. Dan setelah Masyumi lahir, maka MIAI pun dibubarkan.

Pembentukan laskar rakyat

Pemerintah Penjajah Jepang memang mempunyai taktik yang lain dengan Penjajah Belanda terhadap para ulama' di Indonesia. Dari informasi yang diberikan oleh para senior yang dikirim oleh pemerintah Jepang ke Indonesia jauh sebelum masuk ke Indonesia (mereka menyamar sebagai pedagang kelontong dan lain sebagainya yang keluar masuk kampung), penjajah Jepang telah mengetahui bahwa bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam serta menganut paham Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, semuanya ta'at, patuh dan tunduk kepada komando yang diberikan oleh para ulama'.

Oleh karena itu, penjajah Jepang ingin merangkul para ulama' untuk memukul bangsa Indonesia sendiri. Itulah sebabnya, maka dengan berbagai macam dalih dan alasan, penjajah Jepang meminta kepada para ulama' agar memerintahkan kepada para pemuda untuk memasuki dinas militer, seperti Peta, Heiho dan lain sebagainya.

Sedang Nahdlatul Ulama' sendiri mempunyai maksud lain, yaitu bahwa untuk mencapai kemerdekaan Indonesia dan mempertahankan kemerdekaan, mutlak diperlukan pemuda-pemuda yang terampil mempergunakan senjata dan berperang. Untuk itu Nahdlatul Ulama' berusaha memasukkan pemuda-pemuda Ansor dalam dinas Peta dan Hisbullah. Sedangkan untuk kalangan kaum tua, Nahdlatul Ulama' tidak melupakan untuk membentuk Barisan Sabilillah dengan KH. Masykur sebagai panglimanya; meskipun sebenarnya selama penjajahan Jepang NU telah dibubarkan. Jadi peran aktif NU selama penjajahan Jepang adalah menggunakan wadah MIAI dan kemudian MASYUMI.

Masyumi menjelma sebagai Partai Politik

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Nahdlatul Ulama' yang dibubarkan oleh penjajah Jepang bangkit kembali dan mengajak kepada seluruh ummat Islam Indonesia untuk membela dan mempertahankan tanah air yang baru saja merdeka dari serangan kaum penjajah yang ingin merebut kembali dan merampas kemerdekaan Indonesia.

Rais Akbar dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama', Hadlratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari, mengeluarkana fatwa bahwa mempertahankan dan membela kemerdekaan Indonesia adalah wajib hukumnya.

Seruan dan ajakan NU serta fatwa dari Rais Akbar ini mendapat tanggapan yang positif dari ummat Islam; dan bahkan berhasil menyentuh hati nurani arek-arek Surabaya, sehingga mereka tidak mau ketinggalan untuk memberikan andil yang tidak kecil artinya dalam peristiwa 10 November '45

Pengurus Besar NU hampir sebulan lamanya mencari jalan keluar untuk menanggulangi bahaya yang mengancam dari fihak penjajah yang akan menyengkeramkan kembali kuku-kuku penjajahannya di Indonesia.

Kelambanan NU dalam hal tersebut disebabkan karena pada masa penjajahan Jepang NU hanya membatasi diri dalam pekerjaan-pekerjaan yang bersifat agamis,sedang hal-hal yang menyangkut perjuangan kemerdekaan atau berkaitan dengan urusan pemerintahan selalu disalurkan dengan nama Masyumi.

Atas prakarsa Masyumi, di bawah pimpinan KH. Abdul Wahid Hasyim, maka Masyumi yang pada masa penjajahan Jepang merupakan federasi dari organisasi-organisasi Islam, mengadakan konggresnya di Yogyakarta pada tanggal 7 November 1945. Pada konggres tersebut telah disetujui dengan suara bulat untuk meningkatkan Masyumi dari Badan Federasi menjadi satu-satunya Partai Politik Islam di Indonesia dengan Jam'iyyah Nahdlatul Ulama' sebagai tulang punggungnya. Adapun susunan Dewan Pimpinan Partai Masyumi secara lengkap adalah sebagai berikut:

Majlis Syura (Dewan Partai)

Ketua Umum

:

Hadlratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari

Ketua Muda I

:

Ki Bagus Hadikusuma

Ketua Muda II

:

KH. Abdul Wahid Hasyim

Ketua Muda III

:

Mr. Kasman Singodimejo

Anggota

:

1. RHM. Adnan.
2. H. Agus Salim.
3. KH. Abdul Wahab Hasbullah.
4. KH. Abdul Halim.
5. KH. Sanusi.
6. Syekh Jamil Jambek

Pengurus Besar

Ketua

:

Dr. Sukirman

Ketua Muda I

:

Abi Kusno Tjokrosuyono

Ketua Muda II

:

Wali Al Fatah

Sekretaris I

:

Harsono Tjokreoaminoto

Sekretaris II

:

Prawoto Mangkusasmito

Bendahara

:

Mr. R.A. Kasmat

Nahdlatul Ulama Memisahkan Diri Dari Masyumi

Perpecahan yang terjadi dalam tubuh Partai Masyumi benar-benar di luar keinginan Nahdlatul Ulama'. Sebab Nahdlatul Ulama' selalu menyadari betapa pentingnya arti persatuan ummat Islam untuk mencapai cita-citanya. Itulah yang mendorong Nahdlatul Ulama' yang dimotori oleh KH.Abdul Wahid Hasyim untuk mendirikan MIAI, MASYUMI, dan akhirnya mengorbitkannya menjadi Partai Politik. Bahkan Nahdlatul Ulama' adalah modal pokok bagi existensi Masyumi, telah dibuktikan oleh Nahdlatul Ulama' pada konggresnya di Purwokerto yang memerintahkan semua warga NU untuk beramai-ramai menjadi anggauta Masyumi. Bahkan pemuda-pemuda Islam yang tergabung dalam Ansor Nahdlatul Ulama' juga diperintahkan untuk terjun secara aktif dalam GPII (Gabungan Pemuda Islam Indonesia).

Akan tetapi apa yang hendak dikata, beberapa oknum dalam Partai Masyumi berusaha dengan sekuat tenaga untuk menendang NU keluar dari Masyumi. Mereka beranggapan bahwa Majlis Syura yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam Masyumi sangat menyulitkan gerak langkah mereka dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang bersifat politis. Apalagi segala sesuatu persoalan harus diketahui / disetujui oleh Majlis Syura, mereka rasakan sangat menghambat kecepatan untuk bertindak. Dan mereka tidak mempunyai kebebasan untuk menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan politik. Akhirnya ketegangan hubungan antara ulama'/kyai dengan golongan intelek yang dianggap sebagai para petualang yang berkedok agama semakin parah. Karena keadaan semacam itu, maka para pemimpin PSII sudah tidak dapat menahan diri lagi. Mereka mengundurkan diri dari Masyumi dan aktif kembali pada organisasinya; sampai kemudian PSII menjadi partai.

Pengunduran diri PSII tersebut oleh pemimpin-pemimpin Masyumi masih dianggap biasa saja. Bahkan pada muktamar Partai Masyumi ke-IV di Yogyakarta yang berlangsung pada tanggal 15 - 19 Desember 1949, telah diputuskan perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Majlis Syura yang semula menjadi dewan yang tertinggi diubah menjadi Penasihat yang tidak mempunyai hak veto; dan nasihatnya sendiri tidak harus dilaksanakan.

Sikap Masyumi yang telah merendahkan derajat para ulama' tersebut dapat ditolelir oleh warga Nahdlatul Ulama'. Namun PBNU masih berusaha keras untuk memperhatikan persatuan ummat Islam. Nahdlatul Ulama' meminta kepada pimpinan-pimpinan Masyumi agar organisasi ini dikembalikan menjadi Federasi Organisasi-Organisasi Islam, sehingga tidak menyampuri urusan rumah tangga dari masing-masing organisasi yang bergabung di dalamnya. Namun permintaan ini tidak digubris, sehingga memaksa Nahdlatul Ulama' untuk mengambil keputusan pada muktamar NU di Palembang, tanggal: 28 April s/d 1 Mei 1952 untuk keluar dari Masyumi, berdiri sendiri dan menjadi Partai.

Nahdlatul Ulama' membentuk Liga Muslimin

Setelah Nahdlatul Ulama' keluar dari Masyumi, Jam'iyyah NU yang sudah menjadi Partai Politik ternyata masih gandrung pada persatuan ummat Islam Indonesia. Untuk itu Nahdlatul Ulama' mengadakan kontak dengan PSII dan PERTI membentuk sebuah badan yang berbentuk federasi dengan tujuan untuk membentuk masyarakat Islamiyah yang sesuai dengan hukum-hukum Allah dan sunnah Rasulullah saw. Gagasan NU ini mendapat tanggapan yang positif dari PSII dan PERTI, sehingga pada tanggal 30 Agustus 1952 diakan pertemuan yang mengambil tempat di gedung Parlemen RI di Jakarta, lahirlah Liga Muslimin Indonesia yang anggautanya terdiri dari Nahdlatul Ulama', PSII, PERTI dan Darud Dakwah Wal Irsyad.

Dekade 1965

Selama Nahdlatul Ulama' menjadi Partai Islam, dalam gerak langkah nya mengalami pasang naik dan juga ada surutnya. Saat kabut hitam melingkupi awan putih wilayah nusantara pada tanggal 30 September 1965, kepeloporan Nahdlatul Ulama' muncul dan mampu mengimbangi kekuatan anti Tuhan yang menamakan dirinya PKI (Partai Komunis Indonesia). Sikap Nahdlatul Ulama' pada saat itu betul-betul sempat membuat kejutan pada organisasi-organisasi selain NU.

Keberhasilan Nahdlatul Ulama' dalam menumbangkan PKI dapat diakui oleh semua fihak. Dan hal ini menambah kepercayaan Pemerintah terhadap Nahdlatul Ulama'. Nahdlatul Ulama' sebagai Partai Politik sudah membuat kagum dan dikenal serta disegani oleh setiap orang di kawasan Indonesia, bahkan oleh dunia internasional. Apalagi mampu menumbangkan dan menumpas pemberontakan Partai Komunis yang belum pernah dapat ditumpas oleh negara yang manapun di seluruh dunia. Sehingga dengan demikian, Nahdlatul Ulama' dihadapkan kepada permasalahan-permasalahan yang sangat komplek dengan berbagai tetek-bengeknya. Namun Nahdlatul Ulama' sendiri dalam hal rencana perjuangannya yang terperinci, mengalami pembauran kepentingan partai dengan kepentingan pribadi dari para pimpinannya. Oleh sebab itu, pada sekitar tahun 1967, Nahdlatul Ulama' yang sudah berada di puncak mulai menurun. Hal ini disebabkan antara lain oleh pergeseran tata-nilai, munculnya tokoh-tokoh baru, ketiadaan generasi penerus dan lain sebagainya.

Pergeseran tata-nilai ini terjadi di saat Nahdlatul Ulama' menghadapi Pemilihan Umum tahun 1955. Nahdlatul Ulama' harus mempunyai anggauta secara realita, terdaftar dan bertanda anggauta secara pasti. Demi pengumpulan suara, maka apa-apa yang menjadi tujuan Nahdlatul Ulama', kini dijadikan nomor dua. Partai Nahdlatul Ulama' membutuhkan anggauta sebanyak-banyaknya, sekalipun mereka bukan penganut aliran Ahlus Sunnah Wal Jama'ah. Akibat dari pergeseran nilai inilah yang membuat kabur antara tujuan, alat dan sarana. Sebagai Partai Politik yang militan, Nahdaltul Ulama' harus berusaha agar dapat merebut kursi Dewan Perwakilan Rakyat sebanyak mungkin; demikian pula halnya jabatan-jabatan sebagai menteri. Hal itu dimaksudkan sebagai alat untuk dapat melaksanakan program dalam mencapai tujuan partai. Akan tetapi karena pengaruh lingkungan dan juga karena pergeseran nilai, maka jabatan-jabatan yang semula dimaksudkan sebagai alat yang harus dicapai dan dimiliki, kemudian berubah menjadi tujuan. Dan hal ini sangat berpengaruh bagi kemajuan dan kemunduran partai dalam mencapai tujuan.

Pada sekitar tahun 1967/1968, Nahdlatul Ulama' mencapai puncak keberhasilan. Akan tetapi sayang sekali, justeru pada saat itu ciri khas Nahdlatul Ulama telah menjadi kabur. Pondok Pesantren yang semula menjadi benteng terakhir Nahdlatul Ulama' sudah mulai terkena erosi, sebagai akibat perhatian Nahdlatul Ulama' yang terlalu dicurahkan dalam masalah-masalah politik.

Penyederhanaan Partai-Partai

Pada pemilu tahun 1971, Nahdlatul Ulama' keluar sebagai pemenang nomor dua. Hal tersebut membawa anggapan baru bagi masyarakat umum bahwa sebenarnya kepengurusan Nahdlatul Ulama' adalah sebagai hal yang luar biasa; sementara di pihak lain terdapat dua partai yang tidak mendapatkan kursi sama sekali, yaitu Partai MURBA dan IPKI, yang berarti aspirasi politiknya terwakili oleh kelompok lain. Dari sinilah timbul gagasan untuk menyederhanakan partai-partai politik.

Kehendak menyederhanakan partai-partai politik tersebut, datangnya memang bukan dari Nahdlatul Ulama'. Akan tetapi Nahdlatul Ulama' menyambut dengan gembira. Dan dalam penyederhanaan tersebut Nahdlatul Ulama' tidak membentuk federasi, akan tetapi melakukan fusi. Namun demikian, ganjalan pun terjadi, karena memang masing-masing pihak yang berfusi mempunyai tata-nilai sendiri-sendiri.

Bagaimanakah kenyataannya?

Kehidupan politik yang ditentukan oleh golongan elit telah menyeret para pemimpin dan tokoh-tokoh Jam'iyyah Nahdlatul Ulama' ke dalam kehidupan elit. Padahal kehidupan elit semacam ini tidak terdapat dalam tubuh Nahdlatul Ulama'. Sehingga kehidupan elit ini sebagai barang baru yang berkembang biak dan hidup subur di kalangan Nahdlatul Ulama'. Maka timbullah pola pemikiran baru yang mengarah kepada kehidupan individualis, agar tidak tergeser dari rel yang menuju kepada kehidupan elit. Dari fusi inilah rupa-rupanya yang membuat parah kondisi yang asli dari Jam'iyyah Nahdlatul Ulama' sejak mula pertama didirikan sebagai jam'iyyah.

Nahdlatul Ulama' Kembali Kepada Khittah An Nahdliyah

Selama Nahdlatul Ulama' berfusi dalam tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP), tata-nilai semakin berjurang lebar; sementara dalam tubuh Nahdlatul Ulama' sendiri terdapat banyak ketimpangan dan kesimpang-siuran. Dalam kurun waktu yang lama, secara tidak disadari, Nahdlatul Ulama' telah menjadi kurang peka dalam menanggapi dan mengantisipasi perkembangan keadaan, khususnya yang menyangkuat kepentingan ummat dan bangsa. Salah satu sebabnya adalah ketelibatan Nahdlatul Ulama' secara berlebihan dalam kegiatan politik praktis; yang pada gilirannya telah menjadikan Nahdlatul Ulama' tidak lagi berjalan sesuai dengan maksud kelahirannya, sebagai jam'iyyah yang ingin berkhidmat secara nyata kepada agama, bangsa dan negara. Bahkan hal tersebut telah mengaburkan hakekat Nahdlatul Ulama' sebagai gerakan yang dilakukan oleh para ulama'. Tidak hanya sekedar itu saja yang sangat menyulitkan Nahdlatul Ulama' dalam kancah politik selama berfusi dalam PPP; akan tetapi silang pendapat di kalangan NU sendiri semakin tajam, sehingga sempat bermunculan berbagai hepothesa tentang bagaimana dan siapa sebenarnya Nahdlatul Ulama'.

Dari kejadian demi kejadian dan bertolak dari keadaan tersebut, maka sangat dirasakan agar Nahdlatul Ulama' secepatnya mengembalikan citranya yang sesuai dengan khittah Nahdlatul Ulama' tahun 1926. Hal ini berarti bahwa Nahdlatul Ulama' harus melepaskan diri dari kegiatan politik praktis secara formal, seperti yang telah diputuskan dalam Musyawarah Alim Ulama' Nahdlatul Ulama' (Munas NU) di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyyah Sukorejo Situbondo Jawa Timur tahun 1982. (Drs. KH. Achmad Masduqi)

Lampiran ke-2

Diorama Kelahiran NU

nulawas

Nahdlatul Ulama yang lahir 31 Januari 1926 (16 Rajab 1344 H) menyimpan sejarah kelahiran yang berliku. Selain menghadang arus modernisasi pemikiran yang bertentangan dengan kaum tradisionalis, juga menjadi wadah para ulama dalam memimpin umat menuju terciptanya izzul Islam wal muslimin (kejayaan Islam dan kaum muslimin)

Kongres Al-Islam keempat di Yogyakarta (21-27 Agustus 1925) dan kongres Al-Islam kelima di Bandung (5 Februari 1926), kedua rapat akbar umat Islam Indonesia ini untuk memilih utusan untuk menghadiri Kongres Islam se-Dunia di Mekah. Kongres Al-Isalam di Yogyakarta dan Bandung sangat didominasi oleh kalangan Islam modernis. Bahkan sebelum kongres di Bandung itu kalangan modernis sudah mengadakan pertemuan terlebih dahulu (8-10 Januari 1926) yang salah satu keputusannya menetapkan H.O.S. Tjokroaminoto dari Sarekat Islam dan KH Mas Mansur dari Muhammadiyah sebagai utusan untuk menghadiri kongres di Mekah.

KH A Wahab Chasbullah dari kalangan tradisionalis yang “disingkirkan” dalam perhelatan itu, mencoba mengajukan usul-usul atas aspirasi Islam tradisonalis agar Raja Ibnu Saud menghormati tradisi keagamaan seperti membangun kuburan, membaca doa seperti Dalailul Khayrat, ajaran madzhab, termasuk tradisi yang menggurat di Mekah dan Madinah. Tetapi usul-usul tersebut nampaknya dikesampingkan oleh kalangan modernis. (lihat alKisah, No 4/IV/2006, rubrik Sejarah; Harlah NU: Menghadang Langkah Wahabi, hal 68-72).

{mosimage} Akhirnya Kiai Wahab beserta tiga orang pengikutnya meninggalkan kongres dan mengambil inisiatif tersendiri dengan mengadakan rapat-rapat di kalangan ulama senior. Musyawarah-musyawarah kecil itu awalnya hanya melibatkan beberapa tokoh yang datang dari sekitar daerah Ampel, Kawatan, Bubutan, Sawahan dan daerah sekitarnya, semuanya kebanyakan dari Surabaya. Uniknya, rapat semacam itu dilakukan di sebuah mushala yang didirikan oleh H. Musa. Mushala itu terletak Jalan Ampel Masjid (sekarang menjadi Jl Kalimas Udik).

Baru setahun kemudian, tepatnya pada 31 Januari 1926 (16 Rajab 1344 H), dalam sebuah pertemuan di rumah Kiai Wahab di kampung Kawatan, Surabaya, yang dihadiri sejumlah ulama dari beberapa pesantren besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, para kiai sepuh sepakat mendirikan Komite Hijaz untuk mengantisipasi gerakan Wahabi, yang didukung secara politik oleh Raja Ibnu Saud.

Pertemuan bersejarah itu memang dihadiri oleh beberapa ulama senior yang berpengaruh, seperti KH Hasjim Asj’ari dan KH Bisri Syansuri (Jombang), KH R. Asnawi (Kudus), KH Ma’sum (Lasem, Rembang) KH Nawawi (Pasuruan), KH Nahrowi, KH. Alwi Abdul Aziz (Malang), KH Ridlwan Abdullah, KH Abdullah Ubaid (Surabaya), KH Abdul Halim (Cirebon), KH Muntaha (Madura), KH Dahlan Abdul Qohar (Kertosono), KH Abdullah Faqih (Gresik) dan lain-lain. (sumber: Pengurus Wilayah NU Jawa Timur, Khitthah Nahdhlatul Ulama, Surabaya, Lajnah Ta’lif Wan Nasr, t.t hal 10-11).

Ketua HBNO

Pertemuan para ulama di kediaman Kiai Wahab itu juga menyepakati pembentukan sebuah jam’iyah sebagai wadah para ulama dalam memimpin umat menuju terciptanya izzul Islam wal muslimin (kejayaan Islam dan kaum muslimin). Jam’iyah itu diberi nama Nahdlatoel Oelama (kebangkitan kaum ulama), yang antara lain bertujuan membina masyarakat Islam berdasarkan paham Ahlusunnah wal Jama’ah seperti tertuang dalam Pasal 3 ayat a & b, (Statuten Perkoempulan Nadlatoel Oelama 1926, HBNO, Soerabaia, 1344 H), yakni: ”Mengadakan perhoebungan di antara oelama-oelama jang bermadzhab” dan “memeriksa kitab-kitab sebeloemnya dipakai oentoek mengadjar, soepaja diketahoei apakah itoe dari pada kitab-kitab Ahli Soennah wal Djama’ah atau kitab Ahli Bid’ah.”

Dalam forum ulama yang cukup sederhana itu, Haji Hasan Gipo (1869-1934) ditunjuk oleh KH Wahab Chasbullah menjadi ketua Tanfidziyah HBNO (Hoofd Bestuur Nahdlatoel Oelama) dengan diampingi KH Rois Said (Paneleh, Surabaya) sebagai Rois Syuriah. Pertemuan tersebut juga memutuskan, mengirim delegasi (Komite Hijaz) antara lain: KH Wahab Hasbullah (Jombang), KH Khalil Masyhudi (Lasem) dan Syekh Ahmad Ghunaim Al-Mishri untuk menghadiri Kongres Islam se-Dunia di Makkah sekaligus menemui Raja Ibnu Saud. Mereka membawa pesan para ulama agar Ibnu Saud menghormati ajaran madzhab empat dan memberikan kebebasan dalam menunaikan ibadah. Dalam jawaban tertulisnya, Ibnu Saud hanya menyatakan akan menjamin dan menghormati ajaran empat madzhab dan paham Ahlusunnah wal Jama’ah.

Sampai sekarang, riwayat ketua Tanfidziyah HBNO pertama, yakni Haji Hasan Gipo, sangat sulit dilacak. Hanya saja sejarah mencatat, kepengurusan duet H. Hasan Gipo dan KH. Rois Said berlangsung selama 3 tahun. Menurut buku Karisma Ulama: Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU, Yayasan Saifuddin Zuhri dan penerbit Mizan, 1998 hal 49-54 menyebutkan, Hasan Gipo lahir di daerah Kampung Sawahan (sekarang Jl. Kalimas Udik). Ia masih keturunan keluarga besar dari “marga” Gipo sehingga nama Gipo diletakan di belakang nama Hasan. Nama Gipo sebenarnya merupakan singkatan Sagipoddin dari bahasa Arab Saqifuddin, saqaf (pelindung) dan al-dien (agama). Jika dirunut silsilahnya, Hasan Gipo masih punya hubungan keluarga dengan KH. Mas Mansyur, salah seorang pendiri Muhammadiyah, yang juga adalah keturunan Abdul Latief Gipo.

Gipo yang berdarah Arab, merupakan saudagar kaya di daerah komplek Ampel, Surabaya. Hingga kampung tempat Gipo kemudian dikenal dengan Gang Gipo dan keluarga ini mempunyai makam kelaurga yang dinamai makam keluarga, makam Gipo di kompleks Masjid Ampel. Gang Gipo sendiri kini berubah menjadi Jalan Kalimas Udik.

Sebagai orang yang punya keturunan Arab, Hasan Gipo digambarkan bertubuh sedikit besar, berbadan gemuk dan berkumis. Ia dikaruniai tiga putra dan wafat pada tahun 1934. Sebagian keturunan Hasan Gipo kini tinggal di daerah Wonokromo, Surabaya dan Gresik. Baru sesudah Muktamar IV di Semarang (1348 H/1929 M), H. Hasan Gipo digantikan oleh KH Noor (Sawah Pulo, Surabaya) yang didampingi KH Hasyim Asya’ri sebagai Rois Akbar HBNO dengan KH Wahab Chasbullah sebagai Katib ‘Am. (Sumber: surat permintaan pengakuan pengajuan pendirian NO pada 5 September 1929 M oleh kuasa Nahdlatoel Oelama yakni KH Said bin Saleh). Pemerintah Hindia Belanda baru merespon permintaan tersebut pada tanggal 6 Februari 1930 dan masuk dalam besluit (Surat Keputusan) Goebernoer-Djendral (GD) Nomor I x.23.1930. Dalam Statuten itu juga berisi Anggaran Dasar NO yang terdiri 12 pasal yang ditulis dengan dwi bahasa; Belanda dan Indonesia. Yang mengesahkan Badan Hukum NO atas nama GD Hindia-Nederland adalah GR. ERDBINK. Sayang, dokumen penting ini kini berada di Universitas Leiden, Belanda.

Kantor HBNO

Presiden HBNO pertama, H. Hasan Gipo, menempati sebuah rumah yang sederhana sebagai sekretariat di Jl. Sasak no 32, Surabaya sampai tahun 1945. Selain HBNO, badan otonom NO yakni barisan pemuda Anshor berkantor di Jl Bubutan 6/2, Surabaya. Ketika Surabaya direbut Belanda dan menyusul meletusnya perlawanan rakyat melawan penjajah pada 10 November 1945. KH Muhammad Dahlan, Konsul NO Jawa Timur memindahkan ke Jl. Pengadangan 3, Kabupaten Pasuruan. Ketika terjadi Agresi Militer Belanda I (1947) dan Pasuruan jatuh ke tangan Belanda, KH Mohammad Dahlan kembali memindahkan kantor HBNO ke Jl. Dr. Soetomo No 9, Madiun. Setahun kemudian, September 1948 meletus pemberontakan PKI Madiun dan disusul dengan Angresi Militer Belanda II. Akhirnya kantor PBNU kembali dipindahkan ke Surabaya.

Sejak ibukota Republik Indonesia kembali ke Jakarta, 1950, PBNO juga ikut pindah ke Jakarta. Ruangan kantor PBNO terletak di Jl Menteng Raya 24, kira-kira 300 meter sebelah timur stasiun Gambir. Ruangan tersebut adalah bagian dari Kantor Dagang ‘Waras’, sebuah perusahaan dagang milik orang-orang NO yakni Wahid Hasyim, Zainul Arifin dan Achsien.

Sekalipun berpindah-pindah kantor, NO telah menjelma menjadi ‘bayi raksasa’seperti yang telah diramalkan KH Cholil, Bangkalan. Pengurus Cabang dan Wilayah secara cepat telah tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia dan menadapat dukungan yang luas dari para Kiai serta santri pesantren salaf. Tak mengherankan jika pada Pemilu 1955, dalam tempo kurang dari tiga tahun persiapan, NO mampu menduduki tiga dari the big four (empat besar) pemenang pemilu dengan jumlah pemilih 6.955.141 suara; setelah PNI dan Masyumi, posisi keempat ditempati PKI.

Tentu, untuk ukuran sebuah organisasi sosial kemasyarakatan dan partai politik Islam terbesar di Indonesia, kantor NO di Menteng Raya sudah sangat tidak layak. Pada 1956, KH Saifuddin Zuhri sewaktu menjabat Sekjen PBNO meminta KH Mohammad Dahlan untuk mencari tempat yang lebih layak. Dua minggu kemudian, Dahlan melapor kepada KH Saifuddin Zuhri bahwa calon gedung PBNO terletak di Jl. Kramat Raya No 164.

Ketika melihat bangunan fisiknya, Saifuddin merasa kurang cocok dengan gedung itu. Baginya, gedung tersebut hanya layak sebagai toko. Dahlan terus meyakinkan Saifuddin bahwa letak yang strategis dan harganya juga murah, cuma Rp 1.250.000,- dan dapat diangsur dua kali. Menurut KH Mohammad Dahlan, sulit mencari gedung yang baik dan harga terjangkau PBNO karena kondisi keuangan PBNO waktu itu kurang menggembirakan. (sumber: Buku Berangkat Dari Pesantren, KH Saifuddin Zuhri, PT Gunung Agung, 1987).

Selain itu ada cerita menarik lainnya, dahulu KH Mohamad Dahlan dan KH Saifuddin Zuhri mempunyai kesukaan yang sama yakni makan sup, gulai dan sate kambing di Jl. Raden Saleh yang terkenal sangat nikmat. Mengapa Dahlan ngotot memilih gedung di Jl Kramat 164 sebagai kantor PBNU, menurut Subhan ZE kepada KH Saifuddin Zuhri.”Letaknya kan hanya 300-400 meter dari warung makan (RM di Jl. Raden Saleh) langganan kita,” kata Dahlan kepada Subchan ZE dengan tertawa terkekeh-kekeh.

Tanpa disadari sebelumnya, kantor PBNU itu ternyata berhadapan dengan CC-PKI. Seperti diketahui Jalan Kramat Raya itu memanjang dari ujung paling utara di Senen Raya dan ujung paling selatan di Salemba Raya. Di jalan strategis dan sibuk itu 4 partai politik menempatkan kantor mereka. Pada satu deretan berjarak antara 200-300 meter berdiri kantor DPP Masyumi, CC PKI persis di muka PBNU, mendekati Salemba Raya berdiri kantor DPP-PNI.

Hingga kini, setelah 60 tahun lebih berselang, gedung di Jl Kramat Raya 164 tetap dimanfaatkan sebagai kantor PBNU. 1999 sewaktu KH. Abdurrahman Wahid menjabat sebagai Presiden RI, gedung PBNU direnovasi menjadi gedung megah berlantai delapan.

Medio Rojab, 86 Tahun yang Lalu

khbisri-syansuri-dan-kh-abdul-wahab-chasbulloh

Kota Surabaya, kala itu masih berada dalam wilayah kekuasaan Belanda. Hari menunjukkan tanggal 16 Rajab 1344 H, tepat 86 tahun silam. Puluhan ulama’ kharismatik berkumpul di Kota itu. Mereka bersepakat untuk meneguhkan misi kenabian di Indonesia yang diemban di pundak para ulama. Mereka berkumpul dibawah pimpinan seorang ulama’ besar Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ary, dari Pondok Tebuireng, Jombang. Dan dengan hati ikhlas, didasari kewajiban berda’wah dan menebar persatuan di antara para ulama menghadapi berbagai ancaman agama, mereka mendirikan Jam’iyyah Nahdlatul Oelama (NO).

Jam’iyyah ini bukan organisasi biasa. Tak hanya didirikan berdasarkan pertimbangan strategis semata. Tetapi lebih dari itu. Para muassis menyiapkan jam’iyyah ini secara dzahir, juga batin. dari faktor spiritual, lahirnya NU, diawali dengan proses istikharah dua tahun lebih atas permohonan Hadratus Syeikh KH Hasyim Asy’ari kepada KH Kholil Bangkalan dengan tujuan meminta petunjuk kepada Allah agar diberi jalan terbaik untuk melestarikan perjuangan para Ulama mempertahankan aqidah Islam ahlussunnah wal jamaah. Pada tahun 1924 , KH Kholil Bangkalan menyampaikan hasil istikharah ke Jombang dengan mengutus santri yang bernama As’ad Syamsul Arifin.

Ada isyarat istikharah yaitu sebuah tongkat disertai surat THOHA ayat 17 s/d 23 antara lain ayatnya “WA MAA TILKA BIYAMIINIKA YAA MUUSAA , QOOLA HIYA ‘ASHOOYA…” . Pada akhir Desember 1925, yakni detik-detik menjelang kelahiran NU ada hasil istikharah kedua dari Bangkalan dan dikirim kembali ke Jombang lewat santri kesayangan Mbah Kholil berbentuk tasbih yang dikalungkan di leher santri As’ad Syamsul Arifin . Setiba di Jombang seuntai tasbih itu diambil langsung oleh Mbah Hasyim, sambil ditanya apa ada titipan lain, dijawab “ada bacaan” YAA JABBAAR, YAA QOHHAAR 3X . Sebuah isyarat keperkasaan. Hasil isyarat istikharah itu bagi Mbah Hasyim sudah cukup, sebagai bahan pertimbangan bahwa “Komite Hijaz” untuk diubah menjadi Jam’iyyah yang bersifat permanen dan diberi nama “NAHDLATUL ULAMA” atas usul KH Abdul Aziz, dengan tujuan utama melaksanakan misi Rasulullah yakni “RAHMATAL LIL ‘ALAMIN” . Tetap perkasa dan tetap berpegang pada tongkat komando para ulama untuk senantiasa bangkit dan berkhidmat kepada umat dan bangsa .

Muqaddimah Qanun Asasi

Pidato Rois Akbar Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari

Garis Perjuangan dan Jati Diri NU

Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Al Qur’an kepada hamba Nya agar menjadi pemberi peringatan kepada sekalian umat dan menganugerahinya hikmah serta ilmu tentang sesuatu yang Ia kehendaki. Dan barangsiapa dianugerahi hikmah, maka benar-benar mendapat keberuntungan yang melimpah.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Wahai nabi, Aku utus engkau sebagai saksi, pemberi kabar gembira dan penyeru kepada (agama) Allah serta sebagai pelita yang menyinari.” (Q.S. Al Ahzab:45-46)

“Serulah ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana, peringatan yang baik dan bantahlah mereka dengan yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmulah yang mengetahui siapa yang sesat dari jalan Nya dan Dia Maha Mengetahui orang-orang yang mendapat hidayah.” (Q.S. An Naml:125)

“Maka berilah kabar gembira hamba-hambaKu yang mendengarkan perkataan dan mengikuti yang paling baik dari nya. Merekalah orang-orang yang diberi hidayah oleh Allah dan merekalah orang-orang yang mempunyai akal.” (Az Zumar:17-18)

“Dan katakanlah: segala puji bagi Allah yang tak beranakkan seorang anakpun, tak mempunyai sekutu penolong karena ketidak mampuan. Dan agungkanlah seagung-agungnya.” (Q.S. al Kahfi:111)

“Dan sesungguhnya inilah jalan Ku (agama Ku) yang lurus, maka ikutilah dia dan jangan ikuti berbagai jalan (yang lain) nanti akan mencerai-beraikan kamu dari jalan Nya. Demikianlah Allah memerintahkan agar kamu semua bertagwa.” (Q.S. Al An’am 153)

“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan ta’atilah Rasul; serta ulil amri diantara kamu, kemudian jika kamu berselisih dalam suatu perkara, maka kembalikanlah perkara itu kepada Allah dan Rasul kalau kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Yang demikian itu lebih bagus dan lebih baik kesudahannya.” (Q.S. An Nisa’:59)

“Maka orang-orang yang beriman kepadanya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Al A’raf: 157). “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar) pada berdo’a: Ya Tuhan ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami beriman dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kedengkian terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami sesungguhnya Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al Hasyr:10)

“Wahai manusia, sesungguhnya Aku telah menciptakan kamu dari seorang lelaki danseorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah diantara kamu semua.” (Q.S. Al Hujurat:13)

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba Nya hanyalah Ulama.” (Q.S. Al Fathir:58) “Diantara orang-orang yang mukmin ada orang-orang yang menepati apa yang mereka janjikan kepada Allah, lalu diantara mereka ada yang gugur dan diantara mereka ada yang menunggu, mereka sama sekali tidak merubah (janjinya).” (Q.S. Al Ahzab:23)

“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan beradalah kamu bersama orang-orang yang jujur.” (Q.S. At Taubah:119) “Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada Ku.” (Q.S. Luqman:15) “Maka bertanyalah kamu kepada orang-orang yang berilmu jika kamu tidak mengetahui.” (Q.S. Al Anbiya’:7)

“Adapun orang-orang yang dalam hati mereka terdapat kecenderungan menyeleweng, maka mereke mengikuti ayat-ayat yang metasyabihat dari padanya untuk menimbulkan fitnah dan mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Sedangkan orang-orang yang mendalam ilmunya mereka mengatakan, ‘Kami beriman kepada ayat-ayat mutasyabihat itu, semuanya dari sisi Tuhan kami.’ Dan orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran (dari padanya).” (Q.S. Ali Imron:7)

“Barang siapa menentang Rasul setelah petunjuk jelas padanya dan dia mengikuti selain ajaran-ajaran orang mukmin, maka Aku biarkan ia menguasai kesesatan yang telah dikuasainya (terus bergelimang dalam kesesatan) dan Aku masukkan ke neraka jahanam. Dan neraka jahanan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali;” (Q.S. An Nisa’:115)

“Takutlah kamu semua akan fitnah yang benar-benar tidak hanya khusus menimpa orang-orang dzalim diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah sangat dahsyat siksa Nya.” (Q.S. Al Anfal:25) “Janganlah kamu bersandar kepada orang-orang dzalim, maka kamu akan disentuh api neraka.”

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri-diri kamu dan keluarga kamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, diatasnya berdiri Malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan kepada mereka.” (Q.S. At Tahrim:6)

“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang mengatakan, ‘Kami mendengar’, padahal mereka tidak mendengar.” (Q.S. Al Anfal:21). “Sesungguhnya seburuk-buruk mahluk melata, menurut Allah, ialah mereka yang pekak (tidak mau mendengar kebenaran) dan bisu (tidak mau bertanya dan menuturkan kebenaran) yang tidak berpikir.” (Q.S. Al Anfal:22)

“Dan hendaklah ada diantara kamu, segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah kemungkaran. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imron:104). “Dan saling tolong menolong kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa; janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat dahsyat siksa Nya.” (Q.S. Al Maidah:2)

“Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu serta berjaga-jagalah (menghadapi serangan musuh diperbatasan). Dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. Ali Imran:200). “Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan jangan kamu bercerai-berai, dan ingatlah ni’mat Allah yang dilimpahkan kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan lalu Allah merukunkan antara hati-hati kamu, kemudian kamu pun (karena ni’matnya) menjadi orang-orang yang bersaudara.” (Q.S. Ali Imron:103)

“Dan janganlah kamu saling bertengkar, nanti kamu jadi gentar dan hilang kekuatanmu dan tabahlah kamu. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang tabah.” (Q.S. Al Anfal:46). “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu dirahmati.” (Q.S. Alhujurat:10)

“Kalau mereka melakukan apa yang dinasehatkan kepada mereka, niscaya akan lebih baik bagi mereka dan memperkokoh (iman mereka). Dan kalau memang demikian, niscaya Aku anugerahkan kepada mereka pahala yang agung dan Aku tunjukkan mereka jalan yang lempang.” (Q.S. An Nisa’:66-68). “Dan orang-orang yang berjihad dalam (mencari) keridloanku, pasti Aku tunjukkan mereka jalan Ku, sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. Al Ankabut:69)

“Sesungguhnya Allah dan Malaikat-malaikat bersalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman bersalawatlah kamu untuknya dan bersalamlah dengan penuh penghormatan.” (Q.S. Al Ahzab:56). “… Dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka (Muhajirin dan Anshar) dengan baik, Allah ridla kepada mereka.”

Amma Ba’du. Sesungguhnya pertemuan dan saling mengenal persatuan dan kekompakan adalah merupakan hal yang tidak seorangpun tidak mengetahui manfaatnya. Betapa tidak. Rasulullah SAW benar-benar telah bersabda yang artinya: “Tangan Allah bersama jama’ah. Apabila diantara jama’ah itu ada yang memencil sendiri, maka syaitan pun akan menerkamnya seperti halnya serigala menerkam kambing.” “Allah ridla kamu sekalian menyembah Nya dan tidak menyekutukan Nya dengan sesuatu apapun.”

“Kamu sekalian berpegang teguh kepada tali (agama) Allah seluruhnya dan jangan bercerai-berai; Kamu saling memperbaiki dengan orang yang dijadikan Allah sebagai pemimpin kamu;

Dan Allah membenci bagi kamu,

saling membantah,

banyak tanya

dan menyia-nyiakan harta benda.

“Jangan kamu saling dengki, saling menjerumuskan, saling bermusuhan, saling membenci dan jangan sebagian kamu menjual atas kerugian jualan sebagian yang lain dan jadilah kamu, hamba-hamba Allah, bersaudara.” (H.R. Muslim)

Suatu ummat bagai jasad yang satu.

Orang-orangnya ibarat anggota-anggota tubuhnya.

Setiap anggota punya tugas dan perannya.

Seperti dimaklumi, manusia tidak dapat tidak bermasyarakat, bercampur dengan yang lain; sebab seseorang tak mungkin sendirian memenuhi segala kebutuhan-kebutuhannya. Dia mau tidak mau dipaksa bermasyarakat, berkumpul yang membawa kebaikan bagi umatnya dan menolak keburukan dan ancaman bahaya daripadanya.

Karena itu, persatuan, ikatan batin satu dengan yang lain, saling bantu menangani satu perkara dan seia sekata adalah merupakan penyebab kebahagiaan yang terpenting dan factor paling kuat bagi menciptakan persaudaraan dan kasih sayang.

Berapa banyak negara-negara yang menjadi makmur, hamba-hamba menjadi pemimpin yang berkuasa, pembangunan jalan-jalan menjadi lancar, perhubungan menjadi ramai dan masih banyak manfaat-manfaat lain dari hasil persatuan merupakan keutamaan yang paling besar dan merupakan sebab dan sarana paling ampuh.

Rasulullah SAW telah mempersaudarakan sahabat-sahabatnya sehingga mereka (saling kasih, saling menyayangi dan saling menjaga hubungan), tidak ubahnya satu jasad; apabila salah satu anggota tubuh mengeluh sakit, seluruh jasad ikut merasa demam dan tidak dapat tidur.

Itulah sebabnya mereka menang atas musuh mereka, kendati jumlah mereka sedikit. Mereka tundukkan raja-raja. Merke ataklukkan negeri-negeri. Mereka buka kota-kota. Mereka bentangkan payung-payung kemakmuran. Mereka bangun kerajaan-kerajaan. Dan mereka lancarkan jalan-jalan.

Friman Allah, “Wa aatainaahu min kulli syai’in sababa.” “Dan Aku telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu.” Benarlah kata penyair yang mengatakan dengan bagusnya:

‘Berhimpunlah anak-anakku bila

Kegentingan datang melanda

Jangan bercerai-berai sendiri-sendiri

Cawan-cawan enggan pecah bila bersama

Ketika bercerai

Satu-satu pecah berderai.”

Sayyidina Ali karramallau wajhah berkata: “Dengan perpecahan tak ada satu kebaikan dikaruniakan Allah kepada seseorang, baik dari orang-orang terdahulu maupun orang-orang yang belakangan.”

Sebab, satu kaum apabila hati-hati mereka berselisih dan hawa nafsu mereka mempermainkan mereka, maka mereka tidak akan melihat sesuatu tempat pun bagi kemaslahatan bersama. Mereka bukanlah bangsa bersatu, tapi hanya individu-individu yang berkumpul dalam arti jasmani belaka. Hati dan keinginan-keinginan bereka saling berselisih. Engkau mengira mereka menjadi satu, padahal hati mereka berbeda-beda.

Mereka telah menjadi seperti kata orang: “Kambing-kambing yang berpencaran di padang terbuka. Berbagai binatang buas telah mengepungnya. Kalau sementara mereka tetap selamat, mungkin karena binatang buas belum sampai kepada mereka (dan pasti suatu saat akan sampai kepada mereka) atau karena saling berebut, telah menyebabkan binatang-binatang buas itu saling berkelahi sendiri antara mereka. Lalau sebagian mengalahkan yang lain. Dan yang menangpun akan menjadi perampas dan yang kalah menjadi pencuri. Si kambingpun jatuh antara si perampas dan si pencuri.

Perpecahan adalah penyebab kelemahan, kekalahan dan kegagalan di sepanjang zaman. Bahkan pangkal kehancuran dan kemacetan, sumber keruntuhan dan kebinasaan, dan penyebab kehinaan dan kenistaan. Betapa banyak keluarga-keluarga besar semula hidup dalam keadaan makmur, rumah-rumah penuh dengan penghuni, sampai suatu ketika kalajengking perpecahan merayapi mereka, bisanya menjalar meracuni hati mereka dan syaitanpun melakukan perannya, mereka kucar-kacir tak keruan. Dan rumah-rumah mereka runtuh berantakan.

Sahabat Ali karramallahu wajhah berkata dengan fasihnya: “Kebenaran dapat menjadi lemah karena perselisihan dan perpecahan dan kebatilan sebaliknya dapat menjadi kuat dengan persatuan dan kekompakan.”

Pendek kata siapa yang melihat pada cermin sejarah, membuka lembaran yang tidak sedikit dari ikhwal bangsa-bangsa dan pasang surut zaman serta apa saja yang terjadi pada mereka hingga pada saat-saat kepunahannya, akan mengetahui bahwa kekayaan yang pernah menggelimang mereka, kebangggan yang pernah mereka sandang, dan kemuliaan yang pernah menjadi perhiasan mereka tidak lain adalah karena berkat apa yang secara kukuh mereka pegang, yaitu mereka bersatu dalam cita-cita, seia sekata, searah setujuan dan pikiran-pikiran mereka seiring. Maka inilah factor paling kuat yang mengangkat martabat dan kedaulatan mereka, dan benteng paling kokoh bagi menjaga kekuatan dan keselamatan ajaran mereka.

Musuh-musuh mereka tak dapat berbuat apa-apa terhadap mereka, malahan menundukkan kepala, menghormati mereka karena wibawa mereka. Dan merekapun mencapai tujuan-tujuan mereka dengan gemilang.

Itulah bangsa yang mentarinya dijadikan Allah tak pernah terbenam senantiasa memancar gemilang. Dan musuh-musuh mereka tak dapat mencapai sinarnya.

Wahai ulama dan para pemimpin yang bertaqwa di kalangan Ahlus Sunnah wal Jamaah dan keluarga madzhab imam empat; Anda sekalian telah menimba ilmu-ilmu dari orang-orang sebelum anda, orang-orang sebelum anda menimba dari orang-orang sebelum mereka, dengan jalan sanad yang bersambung sampai kepada anda sekalian, dan anda sekalian selalu meneliti dari siapa anda menimba ilmu agama anda itu.

Maka dengan demikian, anda sekalian adalah penjaga-penjaga ilmu dan pintu gerbang ilmu-ilmu itu. Rumah-rumah tidak dimasuki kecuali dari pintu-pintu. Siapa yang memasukinya tidak melalui pintunya, disebut pencuri.

Sementara itu segolongan orang yang terjun ke dalam lautan fitnah; memilih bid’ah dan bukan sunnah-sunnah Rasul dan kebanyakan orang mukmin yang benar hanya terpaku. Maka para ahli bid’ah itu seenaknya memutar balikkan kebenaran, memunkarkan makruf dan memakrufkan kemunkaran.

Mereka mengajak kepada kitab Allah, padahal sedikitpun mereka tidak bertolak dari sana.

Mereka tidak berhenti sampai di situ, malahan mereka mendirikan perkumpulan pada perilaku mereka tersebut. Maka kesesatan semakin jauh. Orang-orang yang malang pada memasuki perkumpulan itu. Mereka tidak mendengar sabda Rasulullah SAW:

“Fandhuru ‘amman ta’khudzuuna dienakum.” Maka lihat dan telitilah dari siapa kamu menerima ajaran agamamu itu. “Sesungguhnya menjelang hari kiamat, muncul banyak pendusta.”. “Janganlah kamu menangisi agama ini bila ia berada dalam kekuasaan ahlinya. Tangisilah agama ini bila ia berada di dalam kekuasaan bukan ahlinya.”

Tepat sekali sahabat Umar bin Khattab radliyallahu ‘anhu ketika berkata: “Agama Islam hancur oleh perbuatan orang munafiq dengan Al-Qur’an.”

Anda sekalian adalah orang-orang yang lurus yang dapat menghilangkan kepalsuan ahli kebathilan, penafsiran orang yang bodoh dan penyelewengan orang-orang yang over acting; dengan hujjah Allah, Tuhan semesta alam, yang diwujudkan melalui lesan orang yang ia kehendaki.

Dan anda sekalian kelompok yang disebut dalam sabda Rasulullah SAW: “Anda sekelompok dari umatku yang tak pernah bergeser selalu berdiri tegak diatas kebenaran, tak dapat dicederai oleh orang yang melawan mereka, hingga datang putusan Allah.”

Marilah anda semua dan segenap pengikut anda dari golongan para fakir miskin, para hartawan, rakyat jelata dan orang-orang kuat, berbondong-bondong masuk Jam’iyyah yang diberi nama “Jam’iyyah Nahdlatul Ulama” ini. Masuklah dengan penuh kecintaan, kasih sayang, rukun, bersatu dan dengan ikatan jiwa raga.

Ini adalah jam’iyyah yang lurus, bersifat memperbaiki dan menyantuni. Ia manis terasa di mulut orang-orang yang baik dan bengkal di tenggorokan orang-orang yang tidak baik. Dalam hal ini hendaklah anda sekalian saling mengingatkan dengan kerjasama yang baik, dengan petunjuk yang memuaskan dan ajakan memikat serta hujjah yang tak terbantah.

Sampaikan secara terang-terangan apa yang diperintahkan Allah kepadamu, agar bid’ah-bid’ah terberantas dari semua orang. Rasulullah SAW bersabda: “Apabila fitnah-fitnah dan bid’ah-bid’ah muncul dan sahabat-sahabatku di caci maki, maka hendaklah orang-orang alim menampilkan ilmunya. Barang siapa tidak berbuat begitu, maka dia akan terkena laknat Allah, laknat Malaikat dan semua orang.”

Allah SWT berfirman: “Wa ta’awanuu ‘alalbirri wattaqwa”. Dan saling tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan taqwa kepada Allah. Sayyidina Ali karramallahu wajhah berkata: “Tak seorang pun (betapapun lama ijtihadnya dalam amal) mencapai hakikat taat kepada Allah yang semestinya. Namun termasuk hak-hak Allah yang wajib atas hamba-hamba Nya adalah nasehat dengan sekuat tenaga dan saling bantu dalam menegakkan kebenaran diantara mereka.”

Tak seorangpun (betapapun tinggi kedudukannya dalam kebenaran, dan betapapun luhur derajat keutamaannya dalam agama) dapat melampaui kondisi membutuhkan pertolongan untuk memikul hak Allah yang dibebankan kepadanya. Dan tak seorangpun (betapa kerdil jiwanya dan pandangan-pandangan mata merendahkannya) melampaui kondisi dibutuhkan bantuannya dan dibantu untuk itu.

(”Artinya tak seorangpun betapa tinggi kedudukannya dan hebat dalam bidang agama dan kebenaran yang dapat lepas tidak membutuhkan bantuan dalam melaksanakan kewajibannya terhadap Allah, dan tak seorangpun betapa rendahnya, tidak dibutuhkan bantuannya atau diberi bantuan dalam melaksanakan kewajibannya itu”. Penterjemah).

Tolong menolong atau saling Bantu pangkal keterlibatan umat-umat. Sebab kalau tidak ada tolong menolong, niscaya semangat dan kemauan akan lumpuh karena merasa tidak mampu mengejar cita-cita. Barang siapa mau tolong menolong dalam persoalan dunia dan akhiratnya, maka akan sempurnalah kebahagiaannya, nyaman dan sentosa hidupnya.

Sayyidia Ahmad bin Abdillah As Saqqaf berkata: “Jam’iyyah ini adalah perhimpunan yang telah menampakkan tanda-tanda menggembirakan, daerah-daerah menyatu, bangunan-bangunannya telah berdiri tegak, lalu kemana kamu akan pergi? Kemana?”

“Wahai orang-orang yang berpaling, jadilah kamu orang-orang pertama, kalau tidak orang-orang yang menyusul (masuk jam’iyyah ini). Jangan sampai ketinggalan, nanti suara penggoncang akan menyerumu dengan goncangan-goncangan:

“Mereka (orang-orang munafiq itu) puas bahwa mereka ada bersama orang-orang yang ketinggalan (tidak masuk ikut serta memperjuangkan agama Allah). Hati mereka telah dikunci mati, maka mereka pun tidak bias mengerti.” (Q.S. At Taubah:17)

“Tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi”. (Q.S. Al A’raf:99). Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau memberi hidayah kepada kami, anugerahkanlah kepada kami rahmat dari sisi Mu; sesungguhnya Engkau Maha Penganugerah. ((Q.S. Ali Imron:8)

Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami, hapuskanlah dari diri-diri kami kesalahan-kesalahan kami dan wafatkan kami beserta orang-orang yang berbakti. (Q.S. Ali Imron:193). Ya Tuhan kami, karuniakanlah kami apa yang Engkau janjikan kepada kami melalui utusan-utusan Mu dan jangan hinakan kami pada hari kiyamat. Sesungguhnya Engkau tidak pernah menyalahi janji. (Q.S. Ali Imron:194)

Diterjemahkan oleh K.H.A. Musthofa Bisri, Rembang, Menjelang Muktamar ke 27 di Situbondo

مقدمة القانون الأساسى

مقدمة القانون الأساسى لجمعية نهضة العلماء

للشيخ العالم الفاضل محمد هاشم أشعرى الجومبانى

اَلْحَمْدُ اِللهِ الَّذِيْ نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُوْنَ لِلْعَالَمِيْنَ نَذِيْرًا.( الفرقان/1 )

وَأتَاهُ اللهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ.( البقرة/251 )

وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوْتِيَ خَيْرًا كَثِيْرًا.( البقرة/269 ) قَالَ تَعاَلَى:

يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ اِنَّااَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيْرًا.وَدَا عِيًا اِلِى اللهِ بِاِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا.( الأحزاب/45-46)

اُدْعُ اِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ. ( النمل/125)

فَبَشِّرْ عِبَادِ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ اََحْسَنَهُ. أُولَئِكَ الَّذِيْنَ هَدَاهُمُ اللهُ. وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو اْلاَلْبَابِ. ( الزمر/17-18)

وَقُلِ الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيْكٌ فِى الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ وَكَـبِّرْهُ تَكْبِيْرًا. ( الكهف/111)

وَاَنَّ هَذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ. وَلاَ تَتَّبِعُوْا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهِ. ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ.( الأنعام/153 )

يَااَيُّهَاالَّذِيْنَ أَمَنُوْآ اَطِيْعُوااللهَ وَاَطِيْعُواالرَّسُوْلَ وَأُولِىاْلأَمْرِمِنْكُمْ. فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْئٍ فَرُدُّوهُ اِلَى اللهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَاَحْسَنُ تَأْوِيْلاً.( النساء/59 )

فَالَّذِيْنَ آَمَنُوْا بِهِ وَعَزَّرُوْهُ وَنَصَرُوْهُ وَاتَّبَعُوْاالنُّوْرَالَّذِيْ أُنْزِلَ مَعَهُ اُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ.( الأعراف/157)

وَالَّذِيْنَ جَـاؤُامِنْ بَعْدِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا اغْفِرْلَنَاوَِلإِخْوَانِنَاالَّذِيْنَ سَبَقُوْنَابِاْلإِيْمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَاغِلاًّ لِلَّذِيْنَ آَمَنُوْارَبَّنَااِنَّكَ رَؤُفٌ رَحِيْمٌ.(الحشر/10 )

يَااَيُّهَاالنَّاسُ اِنَّاخَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىوَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوْبًاوَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوْا اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَاللهِ اَتْقَاكُمْ.( الحجرات/3 1 )

اِنَّمَا يَخْشَىاللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ.( الفاطر/28 )

مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ رِجَالٌ صَدَقُوْا مَاعَا هَدُوْا اللهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوْا تَبْدِيْلاً.( الأحزاب/23 )

يَااَيُّهَاالَّذِيْنَ أَمَنُوْا اتَّقُوْااللهَ وَكُوْنُوْا مَعَ الصَّادِقِيْنَ.( التوبه/119 )

وَاتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ أَنَابَ اِلَيَّ.( لقمان/15 )

فَاسْئَلُوْا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لاَتَعْلَمُوْنَ.( الانبياء/7 )

وَلاَتَقْفُ مَالَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ.( الإسراء/36 )

فَأَمَّاالذِّيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُوْنَ مَاتَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيْلِهِ.وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَهُ اِلاَّاللهُ وَالرَّاسِخُوْنَ فِى الْعِلْمِ يَقُوْلُوْنَ آَمَنَّابِهِ.كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَايَذَّكَّرُ اِلاَّ اُولُوْاْلاَلْبَابِ.( ال عمران/7 )

وَمَنْ يَشَاقِقِ الرَّسُوْلَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَسَبِيْلِ الْمُؤْمِنِيْنَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيْرًا.( النساء/115 )

وَاتَّقُوْافِتْنَة ًلاَتُصِيْبَنَّ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْامِنْكُمْ خآصَّةً وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ.( الأنفال/25 )

وَلاَتَرْكَنُوْآ اِلَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْافَتَمَسَّكُمُ النَّارُ يَااَيُّهَاالَّذِيْنَ أَمَنُوْاقُوْآ اَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارَا وَقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلآَئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادٌلاَيَعْصُوْنَ اللهَ مآاَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُْؤمَرُوْنَ.( التحريم/6 )

وَلاَتَكُوْنواُ كَالَّذِيْنَ قَالُوْا سَمِعْنَا وَهُمْ لاَيَسْمَعُوْنَ. ( الأنفال/21 )

اِنَّ شَرَّالدَّوَآبِّ عِنْدَ اللهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذِيْنَ لاَيَعْقِلُوْنَ. ( الأنفال/22 )

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ اُمَّةٌ يَدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ.( ال عمران/104 )

وَتَعَاوُنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوْا عَلَى اْلاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوْااللهَ اِنَّ اللهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ.( المائدة/2 )

يَااَيُّهَاالَّذِيْنَ أَمَنُوْااصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْا وَاتَّقُوْااللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. ( ال عمران/200 )

وَاعْتَصِمُوْابِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَتَفَرَّقُوْا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ اِذْكُنْتُمْ اَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَاَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ اِخْوَانًا. ( ال عمران/103 )

وَلاَتَنَازَعُوْا فَتَفْشَلُوْا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ وَاصْبِرُوْااِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِيْنَ.( الأنفال/46 )

اِنَّمَاالْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوْا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ.( الحجرات/10 )

وَلَوْ اَنَّهُمْ فَعَلُوْامَايُوْعَظُوْنَ بِهِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَاَشَدَّ تَثْبِيْتًا وَاِذَا َلأَتَيْنَاهُمْ مِنْ لَدُنَّا اَجْرًا عَظِيْمًا وَلَهَدَيْنَاهُمْ صِرَاطًا مُسٍتَقِيْمًا.( النساء/66-68 )

وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْافِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَاِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ.( العنكبوت/69 )

اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.( الأحزاب/56 )

وَالَّذِيْنَ اسْتَجَابُوْالرَبِّهِمْ وَاَقَامُوْاالصَّلاَةَ وَاَمْرُهُمْ شُوْرَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُوْنَ.( الشورى/38 )

وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِاِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ.( التوبة/10 )

اَمَّابَعْدُ

.فَإِنَّ اْلاِجْتِمَاعَ وَالتَّعَارُفَ وَاْلاِتِّحَادَ وَالتَّآ لُفَ هُوَ اْلاَمْرُالَّذِيْ لاَيَجْهَلُ اَحَدٌ مَنْفَعَتَهُ. كَيْفَ وَقَدْ قَالَ رسول الله صلى الله عليه وسلم:

- يَدُاللهِ مَعَ الْجَمَاعَةِ فَاِذَاشَذَّالشَّاذُّ مِنْهُمْ اِخْتَطَفَتْهُ الشَّيْطَانُ كَمَايَخْتَطِفُ الذِّئْبُ مِنَ الْغَنَمِ.

- اِنَّ اللهَ يَرْضَى لَـكُمْ ثَلاَثًا فَيَرْضَى لَـكُمْ اَنْ تَعْبُدُوْهُ وَلاَ تَشْرِكُوْابِهِ شَيْئًا

وَاَنْ تَعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَتَفَرَّقُوْا، وَاَنْ تَنَاصَحُوْامَنْ وَلاَهُ اللهُ اَمْرَكُمْ.

- وَيَكْرَهُ لَكُمْ قِيْلَ وَقَالَ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ وَاِضَاعَةَ الْمَالِ.

- لاَتَحَاسَدُوْا وَلاَتَنَاجَشُوْا وَلاَتَبَاغَضُوْا وَلاَتَدَابَرُوْاوَلاَيَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَىبَيْعٍ بِعْضٍ. وَكُوْنُوْا عِبَادَاللهِ اِخْوَانًا.( روه مسلم )

قال الشاعر:

اِنَّمَااْلاُمَّةُالْوَحِيْدَةُ كَالْجِسْ*مِ وَاَفْرَادُهَاكَاْلأَعْضَاءِ

كُلُّ عُضْوٍلَهُ وَظِيْفَةُ صُنْعٍ* لاَتَرَى الْجِسْمُ عَنْهُ فِى اسْتِغْنَاءِ

وَمِنَ الْمَعْلـُوْمِ اَنَّ النَّاسَ لاَبُدَّ لَهُمْ مِنَ اْلاِجْتِمَاعِ وَالْمُخَالَطَةِ ِلأَنَّ الْفَرْدَ الْوَاحِدَ لاَيُمْكِنُ اَنْ يَسْتَقِلَّ بِجَمِيْعِ حَاجَاتِهِ، فَهُوَمُضْظَرٌّبِحُكْمِ الضَّرُوْرَة اِلَىاْلاِجْتِمَاعِ الَّذِيْ يَجْلِبُ اِلَى اُمَّتِهِ الْخَيْرَ وَيَدْفَعُ عَنْهَا الشَّرَّ وَالضَّيْرَ.فَاْلإِتِّحَادُ وَارْتِبَاطُ الْقُلُوْبِ بِبَعْضِهَا وَتَضَافُرُهَا عَلَى اَمْرِ وَاحِدٍ وَاجْتِمَاعُهَاعَلَىكَلِمَةٍوَاحِدَةٍمِنْ أَهَمِّ اَسْبَابِ السَعَادَةِ وَاَقْوَى دَوَاعِى الْمَحَبَّةِ وَاْلمَوَدَّةِ. وَكَمْ ِبهِ عُمِّرَتِ البِلاَدُ وَسَادَتِ الْعِبَادُ وَانْتَشَرَ الْعِمْرَانُ وَتَقَدَّمَتِ اْلاَوْطَانُ وَاُسِّسَتِ الْمَمَالِكُ وسُهِّلَتِ المسَاَلِكُ وَكَثُرَ التَّوَاصُلُ اِلَى غَيْرِ ذَلِكَ مِنْ فَوَائِدِ اْلاِتِّحَادِ الَّذِيْ هُوَاَعْظَمُ الْفَضَائِلِ وَأَمْتَنُ اْلاَسْبَابِ وَالْوَسَائِلِ.

وَقَدْ أَخَّى رسول الله صلىالله عليه وسلم بَيْنَ اَصْحَابِهِ حَتَّىكَأَنَّهُمْ فِيْ تَوَدِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَوَاصُلِهِمْ جَسَدٌ وَاحِدٌ اِذَاشْتَكَىعُضْوٌ مِنْهُ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالْحُمَّى وَالسَّهْرِ، فَبِذَلِِكَ كَانَتْ نُصْرَتُهُمْ عَلَىعَدُوِّهِمْ مَعَ قِلَّةِ عَدَدِهِمْ فَدَوَّخُوْا اَلْمَمَالِكَ وَافْتَتَحُوْا الْبِلاَدَ وَمَصَّرُوْا اْلاَمْصَارَ وَمَدُّوْا ظِلاَلَ الْعِمْرَانِ وشَيَّدُوا الْمَمَالِكُ وَسَهَّلُوْاالْمَسَالِكَ. قَالَ تعالى “وآتَيْنَاهُ مِنْ كُلِّ شَيْئٍ سَبَبًا”. فَلِلَّهِ دَرُّمَنْ قال. وَاَحْسَنٌ فِى الْمَقَالِ :

كُوْنُوْا جَمِيْعًا يَا بُنَيَّ اِذَا عَرَا * خَطْبٌ وَلاَ تَتَفَرَّقُوْا أَحَادًا.

تَأْبىَالْقِدَاحُ اِذَاجْتَمَعْنَ تَكَسُّرًا * وَاِذَا افْتَرَقْنَ تَكَسَّرَتْ أَفْرَادًا.

وقال علي كرم الله وجهه: اِنَّ اللهَ لَمْ يُؤْتِ أَحَدًا بِالْفِرْقَةِ خَيْرًا لاَ مِنَ اْلأَوَّلِيْنَ وَلاَمِنَ اْلأَخِرِيْنَ. ِلأَنَّ الْقَوْمَ اِذَا تَفَرَّقَتْ قُلُوْبُهُمْ ولعِبَتْ بِهِمْ أَهْوَائُهُمْ فَلاَيَرَوْنَ لِلْمَنْفَعَةِ الْعَامَّةِ مَحَلاًّ وَلاَمَقَامَا وَلاَيَكُوْنُوْنَ اُمَّةً مُتَّحِدَةً بَلْ اَحَادًا، مُجْتَمِعِيْنَ اَجْسَادًا، مُفْتَرِقِيْنَ قُلُوْبًاوَاَهْوَاءً، تَحْسَبُهُمْ جَمِيْعًاوَقُلُوْبُهُمْ شَتَّى. وَصَارُوْاكَمَاقِيْلَ:

غَنَمَا مُتَبَدِّدَةً فِيْ صَحْرَاءً. قَدْأَحَاطَتْ بِهَااَنْوَاعُ السِّبَاعِ، فَبَقَاءُهَا مُدَّةً سَالِمَةً، إِمَّاِلأَنَّ السِبَاعَ لمَ ْيَصِلْ اِلَيْهَا، وَلاَبُدَّ مِنْ اَنْ يَصِلَ اِلَيْهَا يَوْمًامَا، وَإِمَّاِلأَنَّ السِّبَاعَ أَدَّتْهُ اَلْمُزَاحَمَةُ ِالىَالِْقتَالِ بَيْنَهَا، فَيَغْلِبُ فَرِيْقٌ فَرِيْقًا، فَيَصِيْرُ الْغَالِبُ غَاصِبًا وَالْمَغْلُوْبُ سَارِقًا، فَتَقَعُ الْغَنَمُ بَيْنَ غَاصِبٍ وَسَارِقٍ. فاَلتَّفَرُّقُ سَبَبُ الضُّعْفِ وَالخِْذْلاَنِ. وَالْفَشْلِ فِيْ جمَِيْعِ اْلأَزْمَانِ. بَلْ هُوَ مَجْلَبَةُ الْفَسَادِ وَمَطِيَّةُ الْكَسَادِ وَدَاعِيَةُ الْخَرَابِ وَالدِّمَارِ. وَدَاهِيَةُ اْلعَارِ وَالشَّتَّارِ.

فَكَمْ مِنْ عَائِلاَتً كَبِيْرَةٍ كَانَتْ فِيْ رَغَدٍ مِنَ اْلعَيْشِ وَبُيُوْتٍ كَثِيْرَةٍكَانَتْ آهِلَةً بِأَهْلِهَا حَتّى اِذَا دَبَّتْ فِيْهِمْ عَقَارِبُ التَّنَازُعِ وَسَرَى سُمُّهَا فِيْ قُلُوْبِهِمْ، وَأَخَذَ مِنْهُمُ الشَّيْطَانُ مَْأخَذَهُ تَفَرَّقُوْا شَذَرَمَذَرَ فَأَصْبَحَتْ بُيُوْتُهُمْ خَاوِيَةً عَلَى عُرُوْشِهَا.

وَقَدْاَفْصَحَ عَلِيٌّكَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ “ِانَّ اْلحَقَّ يَضْعُفُ بِاْلإِخْتِلاَفِ وَاْلإِفْتِرَاقِ وَاَنَّ اْلبَاطِلَ قَدْ يَقْوى بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِتِّفَاقِ”.

وَبِالْجُمْلَةِ فَمَنْ نَظَرَ فِيْ مِرْأةِ التَّوَارِيْخِ وَتَصَفَّحَ غَيْرَ قَلِيْلٍ مِنْ اَحْوَالِ اْلأُمَمِ. وَتَقَلَّبَاتِ الدُّهُوْرِ وَمَاحَصَلَ لَهَا اِلَى هذَا الدُّثُوْرِ. رَأَى اَنَّ عِزَّهَا الَّذِي كَانَتْ مَغْمُوْسَةً فِيْهِ. وَفَخْرَهَاالَّذِي تَلَفَّعَتْ ِبحَوَاشِيْهِ وَمَجْدَهَا الَّذِيْ تَقَنَّعَتْ بِهِ وَتَحَلَّتْ بِسِرْبَالِهِ إِنَّمَاهُوَثَمْرَةُمَاتَعَلَّقَتْ بِهِ وَتَمَسَّكَتْ بِأَذْيَالِهِ مِنْ اَنَّهُمْ قَدِاتَّحَدَتْ اَهْوَاءُ هُمْ وَاجْتَمَعَتْ كَلِمَتُهُمْ وَاتَّفَقَتْ وِجْهَتُهُمْ وَتَوَاطَأَتْ اَفْكَارُهُمْ. فَكَانَ هَذَا أَقْوى عَامِلٍ فِيْ إِعْلاَءِ سَطْوَتِهِمْ وَاَكْبَرَنَصِيْرٍ فِيْ نُصْرَتِهِمْ وَحِصْنًا حَصِيْنًا فِيْ حِفْظِ شَوْكَتِهِمْ وَسَلاَمَةِ مَذْهَبِهِمْ. لاَتنَاَلُ اَعْدَاءَهُمْ مِنْهُمْ مَرَامًا. بَلْ يُطَأْطِؤُنَ رُؤُسَهُمْ لِهَيْبَتِهِمْ اِكْرَامًا وَيَبْلُغُوْنَ شَأْوًا عَظِيْمًا، تِلْكَ أُمَةٌ لاَغَيَّبَ اللهُُ شَمْسًا تَشْرِفَةْ، وَلاَبَلَّغَ اللهُ عَدُوَّهَا اَنْوَارَهَا.

فَيَااَيُّهَا ألْعُلَمَآءُ ! وَالسَّادَةُ ْالاَتْقِيَآءُ ! مِنْ اَهْلِ السُّنَّةِ وَاْلجَمَاعَةِ اَهْلِ مَذَاهِبِ اْلاَئِمَةِ ْالاَرْبَعَةِ اَنْتُمْ قَدْ أَخَذْتُمُ اْلعُلُوْمَ مِمَّنْ قَبْلَكُمْ وَمَنْ قَبْلَكُمْ مِمَّنْ قَبْلَهُ بِاتِّصَالِ السَّنَدِ اِلَيْكُمْ وَتَنْظُرُوْنَ عَمَّنْ تَأْخُذُوْنَ دِيْنَكُمْ، فَأَنْتُمْ خَزَنَتُهَا وَأَبْوَابُهَا وَلاَتُؤْتُوا ْالبُيُوْتَ اِلاَّ ِمْن اَبْوَابِهَا. فَمَنْ اََتَاهَا مِنْ غَيْرِ اَبْوَابِهَا سُمِّيَ سَارِقًا. وَاِنَّ قَوْمًا قَدْخَاضُوْا بِحَارَالفِتَنِ. وَتَأْخُذُوا بِاْلبِدَعِ دَوْنَ السُّنَنِ وَأَرَزَ ْألمُؤْمِنُوْنَ اْلمُحِقُّوْنَ اَكْثَرُهُمْ وَتَشَدَّقَ اْلمُبْتَدِعُوْنَ السَّارِقُوْنَ كُلُّهُمْ فَقَلَّبُوْاالْحَقَائِقَ. وَاَنْكَرُوْااْلمَعْرُوْفَ، وَعَرَّفُواْالمُنْكَرَ يَدْعُوْنَ اِلَىكِتَابِ اللهِ وَلَيْسُوْا مِنْهُ ِفْي شَيْئٍ،

وَهُمْ لَمْ يَقْتَصِرُوْا عَلىَ ذلِكَ بَلْ عَمِلُوْا جَمْعِيَّةً عَلىَ تِلْكَ اْلمَسَالِكِ فَعَظُمَتْ بِذَلِكَ كَبْوَةٌ وَانْتَحَلَ اِلَيْهَا مَنْ غَلَبَتْ عَلَيْهِ الشَّقْوَةُ، وَلَمْ يَسْمَعُوْا قَوْلَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :

- فَانْظُرُوْا عَمَّنْ تَأْخُذُوْنَ دِيْنَكُمْ

- اِنًّ بَيْنَ يَدَيِ السّاعَةِكَذّابِيْنَ

- لاَتَبْكُوْا عَلىَالدِّيْنِ اِذَاوَلِيَهُ أََهْلُهُ وَاَبْكُوْاعَلىَالدِّيْنِ اِذَاوَلِيَهُ غَيْرُ اَهْلِهِ

ولقدصدق عمر بن الخطب رضي الله عنه حَيْثُ قَالَ ”يَهْدِمُ اْلاِسْلاَمَ جِدَالُ اْلمُنَافِقِ بِالْكِتَابِ”وَاَنْتُمُ اْلعَدُوْلُ الَّذِيْنَ يُنْفُوْنَ انْتِحَالَ اْلمُبْطِلِيْنَ وَتَأْوِيْلِ اْلجَاهِلِيْنَ وَتَحْرِيْفَ اْلغَالِيْنَ بِحُجَّةِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ اَلَّتِيْ جَعَلَهَا عَلىَلِسَانِ مَنْ شَاءَ مِنْ خَلْقِهِ، وَأَنْتُمُ الطَّائِفَةُ الَّتِيْ فِيْ قَوْلِهِ صلى الله عليه وسلم “لاَتَزَالُ طاَئِفَةٌ مِنْ اُمَّتِيْ عَلىَ اْلحَقِّ ظَاهِرِيْنَ لاَيَضُرُّهُمْ مَنْ ناَوَأَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ اَمْرُاللهِ”.

فَهَلُّمُوْاكُلُّكُمْ وَمَنْ تَبِعَكُمْ جَمِيْعًا مِنَ اْلفُقَرَاءِ وَاْلاَغْنِيَاءِ وَالضُّعَفَاءِ وَالاَقوِيَاءِ اِلَى هَذِهِ اْلجَمْعِيَّةِ اْلمُبَارَكَةِ اْلمَوْسُوْمَةِ بِجَمْعِيَّةِ نَهْضَةِاْلعُلَمَاءِ. وَادْخُلُوْهَا بِاْلمَحَبَّةِ وَاْلوِدَادِ وَاْلأُلْفَةِ وَاْلاِتِّحَادِ. وَاْلإِتِّصَالِ بِأَرْوَاحٍِ وَأَجْسَادٍ.

فَإِِنَّهَاجَمْعِيَّةُ عَدْلٍ وَأَمَانٍ وَاِصْلاَحٍ وَاِحْسَانٍ وَإِنَّهَاحُلْوَةٌبِأَفْوَاهِ اْلأَخْيَارِغُصَّةٌ عَلَىغُلاَصِمِ اْلاَشْرَارِ. وَعَلَيْكُمْ بِالتَّنَاصُحِ فِيْ ذَلِكَ وَحُسْنِ التَّعَاوُنِ عَلَى مَاهُنَالِكَ بِمَوْعِظَةٍ شَافِيَةٍ وَدَعْوَةٍ مُتَلاَفِيْةٍ وَحُجَّةٍ قَاضِيَةٍ.

وَاصْدَعْ بِمَاتُؤْمَرُ لِتَنْقَمِعَ الْبِدَعُ عَنْ اَهْلِ اْلمَدَرِوَالْحَجَرِ. قال رسول الله صلى الله عليه وسلم “اِذَاظَهَرَتِ الْفِتَنُ اَوِالْبِدَعُ وسُبَّ اَصْحَابِيْ فَلْيُظْهِرِالْعَالِمُ عِلْمَهُ فَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ اَجْمَعِيْنَ”.

وقال تعالى “وَتَعَاوَنُوْاعَلَىالْبِرِّوَالتَّـقْوَى”.( المائدة/2 )

وَقال سيدنا علي كرم الله وجهه :فَلَيْسَ اَحَدٌ وَاِنِ اشْتَدَّ على رضاالله حِرْصُهُ وَطَالَ فِىالْعَمَلِ اجْتِهَادُهُ بِبَالِغِ حَقِيْقَةِ مَا اللهُ اَهْلُهُ مِنَ الطَّاعَةِ. وَلَكِنْ مِنْ وَاجِبٍ حُقُوْقِ اللهِ عَلىَ الْعِبَادِ النَّصِيْحَةُ بِمَبْلَغِ جُهْدِهِمْ وَالتَّعَاوَنُ عَلىَاِقَامَةِالْحَقِّ بَيْنَهُمْ وَلَيْسَ امْرُؤُ وَاِنْ عَظُمَتْ فِى الْحَقِّ مَنْزِلَتُهُ وَتُقَدِّمَتُ فِى الدِّيْنِ فَضِيْلَتُهُ بِفَوْقِ اَنْ يُعَاوَنَ على ماحَمَلَهُ الله مِنْ حَقِّهِ، وَلاَاَمَرَؤٌ وَاِنْ صَغَّرَتْهُ النُّفُوْسُ وَافْتَحَمَتْهُ الْعُيُوْنُ بِفَوْقٍ اَنْ يُعِيْنَ عَلَى ذَلِكَ اَوْيُعَانَ عَلَيْهِ. فَالتَّعَاوُنُ هُوَ الَّذِيْ عَلَيْهِ مَدَارُنِظَامِ اْلأُمَمِ. اِذْلَوْلاَهُ لَتَقَاعَدَتِ الْعَزَائِمُ وَالْهِمَمُ. لاِعْتِقَادِالْعَجْزِعَنْ مُطَارَدَةِ الْعَوَادِيْ. فَمَنْ تَعَاوَنَتْ فِيْهِ دُنْيَاهُ وَآخِرَتَهُ فَقَدْ كَمُلَتْ سَعَادَتُهُ وَطَابَتْ حَيَاتُهُ، وهُنَّئَتْ عَيْشَتُهُ.

قال السيد احمد بن عبدالله السقاف : انها - جمعية نهضة العلماء - الرَّابِطَةُ قَدْسَطَعَتْ بَشَائِرُهَا، وَاجْتَمَعَتْ دَوَائِرُهَا، وَاسْتَقَامَتْ عَمَائِرُهَافَأَيْنَ تَذْهَبُوْنَ عَنْهَا، أَيْنَ تَذْهَبُوْنَ اَيُّهَاالْمُعْرِضُوْنَ كُوْنُوْامِنَ السَّابِقِيْنَ، اَوْلاَ، فَمِنَ اللاَّحِقِيْنَ، وَاِيَّاكُمْ اَنْ تَكُوْنُوْامِنَ الْخَالِفِيْنَ فَيُنَادِيْكُمْ لِسَانُ التَّفْرِيْعِ بِقَوَارِعَ :

- رَضُوْا بِأَنْ يَكُوْنُوْا مَعَ الْخَوَالِفِ وَطُبِعَ عَلىَ قُلُوْبِهِمْ فَهُمْ لاَ يَفْقَهُوْنَ.( التوبة/17 )

- فَلاَيَأْمَنُ مَكْرَ اللهِ الاَّالْقَوْمُ الخَاسِرُوْنَ.( الأعراف/99 )

- رَبَّنَا لاَتُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْهَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ.( ال عمران/8 )

- رَبَّنَا فَاغْفِرْلَنَا دُنُوْبَنَا وَكَفِّرْعَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلاَبْرَارِ. ( ال عمران/193 )

- رَبَّنَا وَأَتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رُسُلِكَ وَلاَتُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ اِنَّكَ لاَتُخْلِفُ الْمِيْعَادَ. ( ال عمران/194 )